Welcome!!

Bismillahirrahmanirrahiim....

Rabu, 27 Juli 2011

Zakat di Negeri Empat Belas Abad Lalu

Bismillahirrahmanirrahiim.
Melihatmu, negeriku..
menyisakan sesak yang tak akhir,
adakah aku harus terdiam menyaksi kematianmu,
padahal aku begitu ingin menunggu
riangnya engkau,
seperti waktu dulu..

negeriku,
inikah dirimu?


Jujur, aku heran dengan negeriku. Muslim di negeriku ini ‘katanya’ mayoritas, bahkan terbesar di dunia. Lihat saja, tiap tahun yang berangkat ke Baitullah untuk menjalankan ibadah suci mencapai ribuan. Bahkan antrian haji udah penuh alias full sampai tahun 2014 nanti. Tapi yang bikin heran itu lho, kok gak kerasa ya Islam itu menyejahterakan? Banyak yang haji, banyak juga yang ingkar janji. Yang shalat gak keitung, tapi kriminalitas juga gak tanggung-tanggung. Orang kaya Islam banyak, tapi yang miskin jauh lebih banyak. Kenapa ya?

Padahal umur Islam di Indonesia itu udah tua banget, menurut beberapa literatur sejarah sih, Islam bahkan lebih tua daripada Hindu atau Budha. Idealnya, dengan umur yang tua dan pengikut yang banyak ini, Indonesia jadi negara adidaya. Tidak bersembunyi di ketiak negara lain atau lari dari tanggung jawab untuk memperhatikan saudaranya. Tapi nyatanya? Bahkan untuk biaya sekolah rakyatnya sendiri pun Indonesia belum bisa mandiri!

Salah satu yang ada dalam daftar heranku ialah tentang urusan zakat. Pengalaman pribadiku menyebutkan, tiap tahun keluargaku selalu berzakat dua karung beras (maklum jumlah keluargaku kan selusin lebih). Dan anehnya, tiap tahun kami selalu memberi zakat ini pada orang yang sama. Selalu. Bukankah zakat itu semestinya menyejahterakan? Mengapa justru tiap tahun penerima zakat itu itu saja bahkan jumlahnya  terus bertambah?

Adakah zakat itu salah? Tidak, kawan. Setiap firman Allah itu benar adanya, tak mungkin Allah menyuruh melakukan sesuatu yang tiada manfaatnya. Lalu mengapa negeriku ini tak jua sejahtera? Bukankah Allah menjanjikan berkahnya harta disebabkan zakat?

Bukanlah zakat itu yang salah, tapi muzakinya, mustahiqnya, amil zakatnya, MANUSIAnya.. Maukah kau, kuajak berkeliling dahulu sejenak? Aku bosan di negeriku, ingin kutunjukkan kau sebuah negeri, yang tiada sengsara di dalamnya, yang kau lihat nanti hanya senyum ikhlas nan damai. Mari ikuti aku, namun berhati-hatilah. Kau akan diserbu bermacam sengatan. Tapi nikmatilah, biarkan sengatan itu menghinggapi seluruh persendian tubuhmu. Dan tularkanlah, pada manusia-manusia di negeriku ini!

Kau lihat lelaki yang memakai surban itu? Dia adalah pemimpin sebuah negeri. Bukan, bukan yang memakai jubah nan indah dengan bermacam hiasan itu. Tapi sampingnya kawan, seorang berjubah kumal lantaran selalu dipakai setiap hari. Ia cuci di sore hari dan diapakai pagi harinya. Karena ia memang hanya punya sehelai baju, ia takut ditanyai Tuhannya di hari akhir kelak tentang hiasan dunia yang ia banggakan itu, makannya ia menjauh dari dunia. Ya, kau harus percaya. Dialah pemimpin negeri yang wilayah kekuasaanya mencapai sepertiga dunia. Dialah Umar bin Abdul Aziz. Sang Khalifah.

Lelaki klimis yang bersama Khalifah tengah duduk santai di rumah sang Khalifah. Di dalam rumahnya hanya ada satu dua macam perabotan, dan sehelai tikar untuk menerima tamu, tak ada kursi atau meja yang megah yang biasa dipamerkan pejabat di negeriku.

“Wahai Khalifah..” ujar sang lelaki pada Umar bin Abdul Aziz ra. “Aku ingin berzakat atas hartaku, tapi..”  Wajah lelaki klimis itu sedih dan letih.

“Tapi? apa masalahmu? Apakah kau tidak senang berzakat hingga mukamu begitu muram?” Tanya sang Khalifah.

“Bukan begitu, Khalifah. Aku sudah berkeliling di negeri ini dan tak satupun yang mau menerima zakatku.” Lelaki klimis itu menunduk.

Subhanallah! Kau dengar kata lelaki klimis itu? Tak ada yang mau menerima zakatnya! Sedang di negeriku, zakat itu diburu. Bukan berlomba memberikan yang terbanyak tapi menerima yang terbanyak, kawan!

Kawan, tak malukah engkau? Di negeri empat belas abad yang lalu itu, zakat bermakna suci. Siapa yang berzakat tak pernah rugi, karena ia tengah berniaga dengan Allah sang pemilik rezeki. Niat mereka hanya satu, ridha Tuhannya.

Segalanya memang haruslah dimulai dari dirimu, kawan. Apakah niatmu berzakat? Hanya ikut orangtuakah? Pamerkah? Terserahlah apa niatmu, kawan. Tapi hanya akan ada satu niat yang mampu menyejahterakan. Hanya satu niat yang membuat zakat jadi manfaat. Allah. hanya sebab Allah..

Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanya untuk Allah...



Aku yakin, kawan..
mampu melihat senyum negeri ini
suatu saat nanti









Bogor, 27 Juli 2011
Kamilatussyafiqoh


Selasa, 26 Juli 2011

suara bumi


Aku sudah tua
Tahu bermacam muka
Bahkan wajahmu yang tak bernada
Namun ada satu wajah bak cahaya purnama,
Tak akan pernah kulupa
Maukah kau duduk dan mendengar cerita?

 Empat belas abad yang lalu..

Namanya bagai hujan di tengah kemarau
Disenandungkan tak henti hingga suara parau
Mereka menanti, berharap ia segera nyata

Keberadaannya membuatku begitu mulia
Langit bahkan iri padaku
Yang setiap waktu bersamanya

Ada suatu kala
Ia menangis setelah diusir kaumnya
Air matanya membasahi punggungku
Bagai sembilu menyayat seluruh rongga dadaku
Perih..
Aku merintih..
Tuhan, kali ini izinkan aku
Mengobati luka yang begitu dalam
Diusir kerabat yang dahulu bemain bersama
Dikatakan gila setelah mengucap kalamMu sempurna
Tuhan, izinkan aku..

Dan Ia perkenankan do’aku
Seketika itu kukatakan padanya,
Titahlah dua gunung itu menghimpit kaummu,
Aku akan meremukan tangan lancang mereka,
Seperti kaum terdahulu
Aku akan bungkam mulut keji mereka

TIDAK!
Ia tersenyum..
TIDAK!
Bukan itu yang kumau
“Tuhan, sesungguhnya mereka tak tahu,
Ampunilah mereka,
Keluarkanlah dari mereka,
Generasi yang beriman padaMU”
Ia tengadahkan tangannya tulus

Oh,
Punggungku rindu dijejaki olehmu,
Wahai yang terpuji!

Kamis, 21 Juli 2011

Raguku

aku meragu. tahukah kau arti sebuah ragu? inilah artinya. kau merindu, tapi menolak mengakuinya. seperti itulah aku. dan itu bahaya, kawan. sangat bahaya. aku yang mengalaminya. tersiksa. kau diantara dua pilihan sulit. keduanya indah untukmu,tapi tidak untuk yang lain. yang lain itu da dua, dan kau hanya bisa memilih satu. sulit, kawan.. andai kau jadi aku..

maka, apa yang kupilih? aku mencoba yang satu, tapi belum tahu kesudahannya..
semoga saja Allah selalu membimbingku dalam pilihan-pilihan ini. aamiin.

Rabu, 20 Juli 2011

aku ini MUSLIM! (aamiin)

Bismillahirrahmanirrahiim..
ada kalanya, kau merasa bosan menjalani hidup, lalu berpikir untuk tiada saja. aku sedang merasakan itu.. tapi, tunggu dulu. tenag saja, kawan, aku sama sekali tidak bermaksud mengakhiri hidupku. terlalu banyak dosaku, bila aku tiada, di neraka bagian manakah aku ditempatkan? Astaghfirullahal'adzim tsumma na'udzbillahi min dzalik.. Ya Allah, au sungguh tak sanggup ke nerakaMu...

aku hanya ingin menulis, kawan. itu saja, agar aku sedikit merasa lega. setidaknya begitu. aku baru merasakan bahwa menjadi muslim itu tiada mudah. sulit sekali, kawan. apalagi bagiku yang sangat awam ini, membuka mata di subuh hari saja harus benar-benar kupaksakan. tidak seperti Rasulullah saw, yang merindu bertemu RabbNya, aku? hanya atas dasar kewajiban semata. ampuni Ya Rabb...

ya, menjadi muslim itu awalannya mengucap sebuah janji: Asyhadualla ilah ha ilallah... Aku bersaksi bahwa tiada Ilah selain Allah. kau tahu apa itu Ilah? Ilah itu sesuatu yang disembah, yang dituruti, yang dipatuhi, yang membuat kita tergantung padanya, yang kita akui kekuasaannya atas diri kita. sesungguhnya tiada Ilah di muka bumi ini, kawan. tiada satupun. ayah, ibu, kakak, kepala sekolah, dosen, guru, bahkan presiden tiada punya kuasa atas diri kita. harta yang banyak, gunung yang tinggi menjulang, langit yang terbentang, awan yang berjalan, pohon-pohon besar, matahari gagah, semua itu pun tak mempunyai hak untuk kita patuhi. apakah mmereka dapat mengatur kita? tidak sama sekali.

sesungguhnya tiada Ilah itu. namun, saat kau lihat semesta, dan menyaksikan betapa rapihnya mereka menjalankan tugas, ada sebuah tanya, adakah sesuatu yang mengatur mereka? matahari yang menyinari bumi di siang hari dan bulan yang menemani di malam hari, teratur dan rapih. awan-awan yang berjalan, lalu menumpahkan air yang menumbuhkan tanaman-tanaman bumi, siapakah yang menggerakkan? lalu tengoklah dirimu, kau punya organ-organ yang selalu tepat dalam fungsi. apakah kau meminta jantung untuk berdetak setiap detiknya? atau paru-paru untuk teratur menyebar oksigen? tidak. lalu siapakah yang mengatur mereka. kekuasaan macam apa yang ada di atas semua ini? tentu ia yang berkuasa sangat hebat, sangat luar biasa, dang sungguh cerdas luar biasa.

maka ikrar itu dilanjutkan dengan sebuah kalimat: Kecuali Allah..
Allah, adalah Sang Pencipta, yang mengatur segala hal di alam semesta agar tetap rapih, Dia pula yang menjadikan organ-organ tubuh menjalankan fungsinya dengan baik. benar, kawan. yang paling hebat dari semua yang ada di alam semesta ini mestilah yang menciptakannya. mestilah Ia yang menciptakannya. siapakah Ia?
Allah..

maka haruslah seseorang yang mengakui keberadaan Sang Pencipta, menjalani atuan Penciptanya, agar ia selamat dari permainan yang disiapkan Penciptanya itu. seperti sebuah permainan dalam telepon genggam atau internet, pasti ada aturannya kan? dan pasti ada tujuannya kan? seperti itulah hidup kita. aturannya sudah tercatat jelas dalam All-Qur'an dan As Sunah sedangkan tujuannya tak lain adalah Ridha atau kelapangan hati Sang Pencipta, agar kita dapat menjadi salah satu pemenang yang menghuni Syurga...
Indah... Indah sekali bukan?

aturan itu, sebenarnya mudah saja, jika hati ini tak terkotori sesuatu apapun. tapi hatiku sudah berkarat. harus dibasuh dengan sikat, sabunnya pun tak cukup satu bungkus, bahkan tak bisa bersih dalam sehari saja, perlu waktu lama, dan mungkin tidak bisa begitu bersih..

tapi, bukan manusia namanya kalau mudah menyerah. Allah, penciptaku, sudah berjanji akan menolong hamba-hambaNya yang memohon padaNya. dan aku ingin terus berjuang, tak akan berhenti untuk merengek meminta ampunan dariNya..

Allah,, kumohon ridhai jalanku.. aamiin

Bogor, 20 Juli 2011
kamilatussyafiqoh