Welcome!!

Bismillahirrahmanirrahiim....

Jumat, 30 Maret 2012

Dengan Puisi Aku Bermimpi

Kemarin waktu kuliah dasar-dasar hortikultura aku tidak mengantuk sama sekali! Wah, ternyata selama ini aku melewatkan banyak pengetahuan yang luar biasa! Tau kenapa aku tidak mengantuk? Bukan karena perutku sudah kenyang atau pikiranku tenang, bukan pula karena aku memperhatikan dosen dengan seksama. Aku punya satu cara yang sepertinya hanya diciptakan untukku. Aku berpuisi! Yap, dengan puisi kudengarkan dosen bernyanyi. Dengan puisi pula, aku belajar..
 inilah hasilnya, kawan... :D

buah atau sayur,
tomat itu buah
tomat juga sayur
disini semangka buah
di negeri samurai ia dianggap sayur
buah atau sayur,
keduanya akur

masalahnya hanya sekejap saja,
tujuh belas koma enam trilyun berpindah tangan
demi buah sayur kebun tetangga
sebab lidah-lidah telah mati
tak lagi mau cicipi kebun sendiri
tangan tak kuasa memetik
borgol tetangga keras mencekik

padahal sudah tujuh puluh varietas unggul tersebar di negeri ini
semangka, jambu, hingga pepaya tanpa biji
dari triploid rekayasa pemulia sejati
ahh,, tiba-tiba aku ingin menjadi pemulia
untuk menambah hati dalam diri pejabat tinggi
adakah pejabat unggul mampu tercipta?

Dapatkah kau bayangkan?
dari sebuah benih yang besarnya sepersepuluh kelingkingmu itu
mampu memenuhi perutmu yang sebesar itu
betapa kerdil pemikiran manusia yang diam!

Pisang Rajabulu
nomor satu di dunia
mengalahkan sang tanduk dan Thailand
bagaimanakah Rajabulu itu?
tinggi besar, satu koma enam meter lebih
lebih tinggi dariku
dan asalnya itu negeriku!


*haha,, aneh-aneh aja yahh hasilnya.. 

Kamis, 29 Maret 2012

Aku tentang BBM

tumben-tumbenan tadi pas ekonomi pertanian saya gak tidur, awesome!! ^o^p
dan inilah hasil kerja kerasku menahan kantuk.. :D

Aku tentang BBM

Dengar?
awak-awak kapal merapat
lampu dermaga telah terang tanpa karat
sudah selesai,
pelayaran telah usai..

Dengar?
pilot pesawat mendarat
jalan bandara tentram tanpa kata
habis,
penerbangan sudah tamat

Dengar?
supir angkutan berhenti lama
aspal jalanan telah usang
hanya satu dua suara kaki
lengang,
perjalanan terhenti, entah sampai kapan

Aku,
bukan awak kapal
atau pilot
atau supir
atau dirimu

aku adalah aku,
BBM naik atau tidak,
aku tetaplah aku
bersama perut busungku
bersama ribuan lalat
dalam rumah yang kau sebut..
             SAMPAH

Rabu, 14 Maret 2012

Bocah Sore hari

Menulis bagiku adalah pelarian. Pelarian atas ketidakpuasanku pada kehidupan. Pula atas rencana Tuhan yang tidak dapat kuterka hingga membuatku terkadang duduk diam, dan hanya jariku yang berlari meloncati huruf-huruf yang tersaji di atas papan ini. Lalu tersusunlah kata ini, kalimat ini, alinea ini, cerita ini. Begitulah cerita tentang ceritaku. Tak ada sesuatu istimewa, maka tak kusalahkan bila kau mencibir atau tak menyukai ceritaku hanya saja jangan jauhkan aku dari kata-kataku. Karena aku rindu.

Baiklah, akupun memang tidak produktif menulis. Tapi aku berusaha menbuat tanganku menari. Dan kini biarkan aku bercerita tentang dua bocah barusan yang kuajak bicara. Bocah yang sungguh bocah.  Aku tengah menulis ketika dua bocah itu mendekat. Wajahnya tak asing bagiku, itu wajah anak-anak yang pernah kutemui dulu, saat semangatku menggebu menyemarakkan masjid di Institutku ini. Saat itu, sungguh membuat pikiranku ingin kembali, tapi harap ini seakan mengharap hari ini berada di Jerman. Bisa tapi sulit, walau kata orang seharusnya kukatakan sulit tapi bisa, namun kenyataan sebaliknya. Aku bisa saja kembali bersama tawa canda mereka, tapi sulit kuatur waktuku sedemikian rupa. Begitulah, hari ini aku bisa saja ke Jerman, tapi sulit bukan.

Kembali pada dua bocah itu. Mereka basah. Ya, sore ini memang Bogor hujan, tapi anehnya mereka basah kuyup sedang di tangan mereka tergenggam payung besar. Kenapa bisa? Yap, kau benar kawan, payung besar yang mereka genggam itu bukanlah untuk memayungi mereka saat hari hujan seperti sekarang ini. Mereka menjajakan jasa luar biasa, memayungi orang lain, tentu berharap upah. Tapi setidaknya mereka lebih  baik dariku, rela berkorban untuk keselamatan dan kesehatan orang lain. Dan meskipun mereka dituntut menghasilkan dalam jasa ini, senyum mereka tetaplah sepolos senyum bocah pagi hari. Berlari dan bercanda di tengah kesibukan mencari orang yang kehujanan entah karena tidak atau lupa membawa payung. Ah, betapa aku malu.

Aku benar-benar malu. Belum bisa melakukan sesuatu yang berarti, bahkan terkadang egois. Dari sepenggal sore bersama mereka aku belajar banyak. 

Sabtu, 03 Maret 2012

Sebuah Dugaan

kangennnnnnnn!!!!! kawan, lama tak berceloteh membuat jari-jariku malu untuk mendaratkan katanya lagi, tapi ia sering mengintipmu, hanya sekedar tersenyum, lalu berbalik badan. Ah, aku malu untuk menulis, tapi ingin. Maka hari ini kutanggalkan malu-ku demi bersamamu, kawan. Dengarkan aku..

Semester 4. Tidak terasa sudah dua tahun menjejak Institut Pertanian Bogor, sudah punya adik tingkat dan sebentar lagi punya adik baru. Sungguh luar biasa sang waktu membawaku ke masa-masa yang begitu banyak warna ini. Allah, Maha Besar diriMu! Tidak ada yang kusesali atas waktu yang diberikan Allah padaku, hanya saja ada satu ganjalan dalam diriku. Sangat-sangat ingin kuceritakan padamu semenjak dulu. Ganjalan ini cukup menggangguku setiap aku ingin mulai serius menyantap hidangan dosen. Sebuah ganjalan bernama: rasa kantuk.

Yap, begitulah. Dosen sudah bersusah payah menjelaskan hal rumit agar menjadi sederhana. Tapi apakah kau tahu apa yang dilakukan seorang aku? tertidur! Sungguh, jika aku menjadi dosen kemudian melihat anak didikku tidur, sakit sekali hatiku, serasa diinjak-injak harga diriku, memangnya aku pendongeng sebelum tidur? Tapi pada kenyataannya aku bukan dosen, namun mahasiswa yang tidur. Dan sayangnya kebiasaanku itu tak kunjung lenyap. Bingung aku dibuatnya.

Orang bilang rasa kantuk karena tidur yang kurang efektif saat malam hari. Tapi kurasa tidak, aku tidur lima jam atau lebih, dan itu lebih dari cukup. Ada banyak orang yang tidur lebih sedikit dariku tapi ketika kuliah ia tidak tidur, jadi ku eliminasi alasan itu.

Ada juga yang berkata karena kelaparan. Ah, ini terbantahkan segera setelah kulakukan risetku sendiri. Baik sudah sarapan atau belum, sarapan sedikit atau banyak, mataku tetap tak mau kompromi saat dosen berceloteh selama dua tau tiga jam dalam kelas. Terpejam lama, lalu membuka setelah disikut teman sebelah.

Atau kamu kecapean ya? celoteh temanku. Hmm,, tidak, bukan ini alasannya. Aku memang capek, tapi sungguh ini bukan alasannya. Karena mau capek atau gak, rasa kantuk tetap menyerangku bertubi-tubi tanpa ampun. Kejamnya..

Lalu aku teringat kata-kata Ibuku. Kala itu aku tengah bermalas-malas berangkat mengaji. "Kenapa belum berangkat juga?" tanya Ibuku. Aku diam saja sambil ogah-ogahan ganti kostum ngaji.
"Syetan itu diemnya di banyak tempat lho. Di mata, biar kamu ngantuk kalau ada yang ceramah, atau di kaki biar berat buat ngaji. Hayo, mila ada syetannya tuh!" Kata Ibuku. Dan itu cukup membuat aku masa kecil bersegera mengaji. Demi membuktikan bahwa kakiku tidak 'bersyetan'.

Mungkin itu, syetan nongkrong di mataku? Hiyyy... Ya Allah, gak mauuuu!!!