Welcome!!

Bismillahirrahmanirrahiim....

Selasa, 31 Januari 2012

Kurelakan Lenovo Demi Sebuah Senyum

Aku di Bandung. Sudah dua minggu dan selama itu aku tidak menulis, sungguh hari-hari yang menyulitkan. Sengaja kuboyong si Lenovo ke rumah, berharap menulis sebanyak yang aku bisa ditemani kesejukan Bandung, tapi tahukah? Rencanaku gagal total, Lenovo diboikot habis-habisan oleh keluarga yang didalang Ibuku sendiri! oh, sungguh teganya.. Aku sudah tidak memasukkan games ke dalam tubuh Lenovo karena aku tahu, games penyebab keluargaku menyukainya dan merebutnya dariku. Tapi, tapi, tapi, aku sungguh tak tega, melihat wajah Ibu yang penuh harap, bertanya setiap hari, "Mil, gak ada chainz ya?" (chainz itu nama games dari pop cap). aku menjawab santai, "Belum di-instal, mah.". Namun, ah kau pun akan bertindak sama denganku bila melihat wajah ibuku, wajah polos yang mengharap hiburan di tengah kesibukannya mengurus rumah tangga. Wajah yang terlalu polos, hingga membuat hatiku terenyuh dan akhirnya... ku-instal lah games itu. seabrek. 

Begitulah, sehingga Lenovo berpaling, tidak bukan berpaling, ia dipalingkan. Ibu dan adik-adikku, merekalah yang menyentuhnya setiap hari. pagi sampai malam, dan aku benar-benar tak kuasa menghilangkan senyum-senyum itu. mereka terlalu indah untuk kuhapus dengan egoku. Maka, cukuplah senyum itu, senyum yang hanya dapat kulihat enam bulan sekali. tak lah kupedulikan tentang segala keinginanku lagi. senyum mereka lebih dari cukup untuk menggantinya.

tapi sebagai gantinya, beginilah.. aku harus ke warung internet alias warnet untuk mengenyangkan dahaga menulisku. menulis apa saja. apa saja yang kuinginkan. 

baiklah, baiklah, malam sudah menjelang, dan aku takut pulang malam sendirian. tidak, sebenarnya aku bukannya takut, tapi waspada. hhe. Maka cerita Lenovo kluakhiri dulu, malam ini aku harus menyentuhnya untuk sebuah tugas, semoga ia sedang tak disentuh siapapun.

Aku pulang, Lenovo.. :)

Minggu, 15 Januari 2012

Sepenggal Kisah Bogor dan Gurun

Dua hari kemarin hujan tidak mau pergi meninggalkan Bogor barang sedetikpun. Bangun di subuh hari sudah disambut hujan deras. Agak siangan, berubah menjadi gerimis, namun itu tidak lama, ia terus mencari kawannya hingga hujan deras turun lagi. lalu gerimis. Berhenti sesaat. Lalu deras. Seperti itu terus. Benar-benar baru aku tahu mengapa kota ini disebut sebagai Rain City alias kota hujan. Dan manusia, begitulah fitrahnya. Dulu ketika hujan jarang datang dan mentari dengan gagahnya nongkrong dengan garang, banyak yang mengeluhkan udara terlalu panas, gara-gara global warming nih, jadi males keluar, bla bla bla. Ketika hujan mengguyur bumi tak henti, tetaplah keluhan itu keluar. dingin, males mandi, males keluar, pengen tidur, gak punya payung, bla bla bla. 

Ahh, aku jadi ingat cerita tentang orang tua di sebuah gurun. Sebenarnya tiada hubungannya Bogor dan gurun ini, aku hanya ingin bercerita bahwa segala yang terjadi dalam hidup ini, jika dipandang dari sisi lain, maka niscaya keluhan itu tidak akan keluar lagi. nah, maukah kau kuceritakan kisah orang tua arab ini, kawan?

Alkisah, di Arab sana, ada kakek tua yang dibuang ke gurun oleh anak-anaknya. Istrinya telah tiada sedangkan anak-anaknya tidak lagi punya waktu untuk mengurus kakek-kakek renta, mereka sudah memiliki kehidupan sendiri-sendiri dan tidak lagi peduli pada ayahnya itu. Maka jadilah pria ini hidup sebatang kara, di tengah oase gurun. Dia menganggap hidupnya tidak berguna selama 80 tahun ini. Ia merasa sia-sia menjalani hidup. 

Suatu hari segerombolan karavan melintas di puing-puing oase yang mengering. mereka tiba persis saat arab tua itu mati di rumah kecil dan buruknya. Karavan itu tak peduli, meneruskan perjalanan setelah mengisi penuh tempat-tempat air. Hanya satu yang peduli. Orang itu berbaik hati menguburkan Arab tua tersebut. 

Dan tahukah kawan? Ternyata hanya orang baik itu yang selamat atas pembantaian Suku Badui, kawanan bandit yang menguasai gurun. Karavan yang telah pergi itu ternyata binasa, tiada yang tersisa. Orang baik yang menguburkan jasad Arab tua itu baru berangkat keesokan harinya dan menemukan bangkai dan sisa-sisa pertempuran mereka saat meneruskan perjalanan. 

Baru lima generasi kemudian, kawan. Baru lima generasi kemudian Arab tua ini mendapat jawaban atas kemanfaatan hidupnya. bahwa tiada yang sia-sia ciptaan Allah di dunia ini. Lima generasi kemudian, dari orang baik itu lahirlah ke bumi seorang manusia pilihan. Manusia pilihan yang orang-orang kelak menyebutnya al-amin..

Apa yang terjdi kawan, bila Arab tua itu tidak meninggal hari itu? Atau orang itu tidak peduli pada jasad Arab tua?  Apa yang terjadi dengan generasi kelima keturunannya jika Arab tua itu tidak menyesali diri di Oase. Bagaimana dengan nasib pembawa risalah itu. Itulah sebab-akibat kehidupannya. Yang sayangnya tidak ia ketahui hingga maut menjempunnya.

Begitulah aku memaknai hujan di kota Bogor, kawan. Di tengah rintik gerimis, hujan badai, siang yang membakar, pagi yang dingin, cuaca yang tak bersahabat, dan beragam kondisi yang membuat lisan tak sengaja mengeluh, mestilah  Allah menyimpan banyak sekali penjelasan yang mengagumkan. Di hujan yang tiada henti misalnya, aku jadi kehabisan kaus kaki. Hal ini membuatku, mau tak mau harus membeli kaus kaki baru untuk menjalani hari esok, sebab belum sempat mencuci kaus kaki lama. Aku membelinya pada seorang pria yang mungkin saja sangat membutuhkan uang untuk memberi makan keluarganya yang belum makan selama seminggu ini atau biaya untuk menebus rumah sakit dimana adiknya dirawat, atau apapun itu, aku turut andil dalam hal itu. Bukankah luar biasa? Hanya sebab aku membeli kaus kaki saja, hanya sebab hujan yang tak henti. Maka berhentilah mengeluhkan hal-hal yang memang tidak bisa diubah lagi, dan berbuat baiklah!
*Kisah ini kuambil dari sepenggal hikmah dalam novel Rembulan Tenggelam di Wajahmu. dan kisah Arab tua ini fiktif, namun mungkin saja kan yang serupa terjadi? Tidak ada yang tidak mungkin, kawan.

Kamis, 12 Januari 2012

Tragedi Semut Al-Iffah


Aku belajar banyak dari semut. Kemarin, saat aku belajar di lantai 2 pondok Al-Iffah, aku membunuh 4 ekor nyamuk. Karena bangga, kukumpulkan nyamuk-nyamuk itu dalam satu tempat, aku melirik nyamuk itu dengan senyum kemenangan. Kau berhasil kukalahkan! begitulah kira-kira isi hatiku. Lalu kulanjutkan belajarku yang tadi diusik nyamuk, selesai satu bab aku tergoda untuk melirik nyamuk itu, sekedar ingin memastikan bahwa ia benar-benar mati dan tak akan hidup lagi. Tapi tahukah apa yang kulihat?

Banyak semut.
Tiba-tiba saja semut hitam kecil dalam jumlah puluhan sudah mengerubungi nyamuk yang terkulai tak berdaya. aku bertanya-tanya, darimana mereka tahu ada pembunuhan disini? Mengapa mereka bisa tiba-tiba datang? Ahh,, kuperhatikan saja semut itu sebentar, mereka cerewet sekali menurutku. Tiap berpapasan dengan yang lain pasti diam sesaat, berbicara ini itu, kepala beradu kepala, lalu berjalan lagi tergesa. Mereka terbagi empat kelompok, sesuai jumlah nyamuk yang kubunuh. Entah apa yang mereka rundingkan, intinya nyamuk itu akan mereka bawa ke tempat persembunyian mereka. Dan nyamuk itu terangkut, mereka berjalan mengikuti semut lain di depannya. Sedang asyik melihat kesibukan para semut, tiba-tiba teman sekosanku lewat: Dug! langkahnya tepat di atas semut yang sibuk itu.

"Ah, Kamu nginjek semut.." Kataku.
"Oh iya? Maaf, maaf" katanya. Walaupun aku tidak tahu dia minta maaf sama siapa, semut-semut yang menghadapi sakaratul maut sebab injakannya atau padaku yang sedang khusyuk mengamati semut?

Dan pasukan semut pun berputar-putar, yang satu memberi kabar pada yang lain, mungkin kabar yang mereka bawa: ada yang terbunuh, pasukan kita diserang, segera angkut prajurit yang syahid dan selamatkan yang terluka! Mungkin begitu, sebab tiba-tiba pasukan itu terbagi lagi tugasnya. Semut yang gepeng karena diinjak itu diangkut oleh sekelompok semut dan nyamuk yang tadi menjadi target mereka, diserahkan pada beberapa semut perkasa, bahkan kulihat ada satu semut yang bisa mengangkut bangkai nyamuk itu sendirian! Subhanallah..

Malam sudah larut, tapi semut itu masih saja bekerja, menuntaskan misi mereka membawa bangkai nyamuk ke sarang dan kali ini ditambah agenda lain, menyemayamkan prajurit yang syahid di tempat yang layak.

Itulah kawan, kisahku yang menuai banyak hikmah, setidaknya menurutku. Selain keluarbiasaan kemampuan semut di berbagai sisi yang membuat logika harus mengakui adanya Pencipta luar biasa di balik ini semua, aku mendapatkan kesimpulan. Bahwa semut mengajarkan hidup berjamaah. Mereka tidak sendiri-sendiri. Ketika mempunyai misi, mereka membagi tugas, ada sang penunjuk jalan, ada sang cerewet yang koar-koar mulu, ada yang mengangkut nyamuk, ada yang bersiaga. Semua mempunyai tugas. Dan sekecil apapun terlihatnya tugas tersebut, mereka melakukannya dengan sungguh-sungguh, tak kulihat ada satupun yang mengelak dari tugas itu. Bahkan mereka berlomba menjadi yang terbaik dengan tugas yang mereka berikan. Tak ada iri dengki. Apakah kau perhatikan saat saudara mereka terbunuh? Mereka semua bersedih, sangat terlihat jelas dari kegaduhan yang timbul, tapi lalu mereka bertindak cepat. Beberapa semut megambil alih tugas yang terbunuh, yang lain segera melakukan penyelamatan.

Allahu Akbar! Betapa Luar biasa Sang Pencipta. Dari si kecil semut pun aku belajar banyak.

Jumat, 06 Januari 2012

Kembalikan Tanganku, Yah...

Seorang lelaki yang telah bereluarga memiliki impian untuk membeli mobil untuk kelancaran pekerjaannya. Maklum, jarak rumah dan kantornya cukup jauh, butuh waktu paling sedikit satu jam dari rumahnya dengan menaiki angkutan umum. Akhirnya ia kumpulkan uang hasil kerjanya sedikit demi sedikit.

Setelah beberapa tahun, akhirnya mobil yang ia idamkan dapat ia beli. Ia senang sekali dengan mobil barunya. Kini ia tak perlu menunggu mobil angkutan lagi untuk pergi ke kantor, ia pun bisa membawa istri dan anaknya saat berpergian.

Namun suatu hari, anaknya yang masih berumur empat tahun menggambar di atas atap mobil baru tersebut dengan sebuah paku. Ia memang hobi menggambar. Ia gambar wajah ayah, ibu, dan dirinya yang tersenyum. Setelah selesai menggambar, ia pun berlarian menuju ayahnya. Ia ingin memperlihatkan gambar barunya.

"Ayah, ayah.. Coba lihat gambarku!" Kata sang anak.

"Mana gambarmu, nak?" Tanya sang ayah.

Anak itu pun menggandeng tangan ayahnya dan membawanya ke halaman depan rumah. "Itu ayah, gambarku ada di atas mobil ayah." Jawab sang anak sambil tersenyum.

Sang ayah yang melihat atap mobil yang baru saja dibelinya itu rusak, menjadi sangat marah. Ia membeli mobil ini dengan susah payah, tapi anaknya malah merusaknya?! Akhirnya ia pun mengambil kayu yang ada di halaman dan memukul tangan anaknya dengan keras. Sang anak yang kesakitan pun menangis dengan keras.

Keesokan harinya sang anak mengalami demam tinggi. Sang ayah melihatnya dengan penuh penyesalan. Ia tak menyangka pukulannya dapat berakibat parah seperti ini. Akhirnya Ia dan istrinya membawa anak mereka ke rumah sakit.

Ternyata anak tersebut mengalami pendarahan di bagian dalam dan satu-satunya cara untuk menolong nyawanya adalah dengan mengamputasi tangan anaknya. Karena tak ada pilihan lain, tangan sang anak pun diamputasi. Kini anak itu hanya memiliki satu tangan.

Melihat anaknya, sang ayah tak tega. Air matanya mengalir tanpa henti. "Nak, maafkan ayah, Nak..." Katanya di samping anaknya yang masih terbaring lemah di rumah sakit. "Ini semua karena ayah. Maafkan ayah, nak." Ia terus mengucapkan maaf.

"Tak apa-apa, Yah.. aku sudah memaafkan Ayah.." Kata sang anak. "Tapi tolong kembalikan tanganku, Yah.. agar aku bisa menggambar lagi.."

Sang Ayah hanya bisa menangis penuh penyesalan.