Welcome!!

Bismillahirrahmanirrahiim....

Sabtu, 29 Juni 2013

Ustadzah Sebenarnya

Kawan, apa kau tahu betapa mengerikannya dunia ini?

Sebegitu mengerikannya sehingga banyak dari manusia yang akalnya pendek mengambil jalan pintas menuju kedamaian (menurut mereka) dengan mengakhiri hidupnya. dengar! 50.000 orang Indonesia bunuh diri tiap tahunnya. itu artinya sekitar 137 orang bunuh diri tiap harinya! terlepas dari tindakan bodoh mereka yang tentu sangat dilarang dalam agama manapun (kecuali agama bodoh), ini pertanda betapa banyak yang ingin lari dari dunia ini!

Termasuk aku. sungguh aku muak dengan segala yang disuguhkan dunia. Tapi tunggu, bukan berarti aku mau menjadi salah satu dari 50000 orang bodoh itu. TIDAK. Aku lebih tertarik dengan mereka yang raganya berdiri dan berjalan di dunia, tapi jiwanya telah terpisah dari segala bentuk kehidupan dunia. Mereka yang dengan melihatnya saja kau sudah dapat merasakan dimensi kehidupan yang berbeda.

Mau kuperkenalkan salah satu dari mereka?

Dia seorang santriwati pondok Az-Zahro di Hadramaut, Tarim.  Ia bukan santri yang pintar, bukan pula santri yang bodoh. Ia juga tidak begitu cantik, maksudku cantik dalam kamus kebanyakan orang. Wajahnya hitam legam seperti wajah oarang kebanyakan di daerahnya, Somalia. Ia benar-benar santri yang biasa, bahkan sangat biasa.

Tapi ada satu keunikannya yang tidak dimiliki santri yang lainnya. Jika para santri datang ke pondok hanya sekedar mendapatkan ilmu, tapi ia tidak.Setiap kali akan belajar, ia selalu terlebih dahulu merapikan sandal dan sepatu teman-temannya di depan masjid tempat mereka belajar. Ia tata berdasarakan warna dan ukuran sehingga teman-temannya mudah untuk mencari ala kaki mereka.

Ia tidak pernah merasa malu saat beberapa temannya menatap heran penuh tanda tanya dengan kebiasaan 'aneh'nya itu. Ia juga tidak menghardik saat teman-temannya mengambil alas kaki mereka tanpa mempedulikan alas kaki yang lain, yang membuat tatanan alas kaki seketika berantakan. Ia pun tak mengharap kata terimakasih. Buktiya, meski tak pernah ada satu pun temannya yang mengucapkan terima kasih ia tetap merapikan alas mereka. Ia ingin mengamalkan ilmunya meski hanya hal yang sepele.

Tahun-tahun berlalu, kini tibalah saatnya santri Az-zahro disebar ke berbagai daerah untuk mengajari ilmu agama yang mereka pelajari pada masyarakat. Begitupun gadis Somalia ini. Ia bersama beberapa kawannya ditugaskan di sebuah pelosok. Tapi tahukah kau kawan? ia tak berubah. Bukannya mengajari masyarakat, ia malah sibuk merapikan alas kaki!

Yap, sementara kawan-kawannya mengajar, ia malah sibuk merapikan alas kaki jamaah yang hadir. ia susun berdasarkan ukuran dan warna sehingga terlihat rapi. Semakin banyak alas kaki yang ia rapikan, maka ia semakin senang karena itu berarti jumlah jamaah pun semakin banyak. Sepanjang penugasan itu, ia tak pernah duduk sebagai 'ustadzah'. Ia merasa malu dan tak pantas.

Hingga akhirnya, hari itu pun tiba. Mereka harus kembali ke Pondok untuk melaporkan penugasan mereka. Mereka pun berpamitan pada penduduk, namun tiba-tiba seorang Ibu  menyalami gadis Somalia itu sambil terus mengucap, "terimakasih, Ustadzah."

Kawan-kawannya terheran-heran, apalagi dia. Dia kan tak pernah menjadi ustadzah?
"Ibu, mengapa berterimaksih? Saya bukan ustadzah." Katanya sambil melepaskan genggaman kuat si Ibu.

"Kau Ustadzah. kau mengajari anakku banyak hal." Jawaban Ibu itu membuatnya semakin heran.

"Maksud Ibu? Kapan dan dimana saya megajar anak Ibu?" Tanyanya.

"Anakku itu selalup pulang tanpa mempedulikan dimana ia simpan alas kakinya, sehingga rak sepatu kami selalu berantakan. Berulang kali aku menegurnya, tapi ia tak pernah mendengarkan. Namun suatu hari, ia merapikan  alas kakinya sendiri! Bahkan ia merapikan alas kaki yang lainnya berdasarkan ukuran dan warna. Saat kutanya darimana ia belajar ini semua, ia bilang kaulah yang mengajarkannya." Jelas ibu itu panjang lebar.

Gadis Somalia itu terpaku. Ia tak pernah menyangka hal sepele yang ia kerjakan mampu mengubah sikap seorang anak.




Sabtu, 22 Juni 2013

ketika santri libur

Berapa lama ya aku tak menghiasi blog ini... hmmm,,
entahlah perasaan seperti apa ini, ketika keluar dari rumah pink itu, ada sesuatu yang membuat sesuatu dalam diri ini berteriak "Hore!!". Ya, aku bisa makan apapun yang aku mau, pergi kemanapun yang kuingin, membaca buku apapun tanpa larangan atau sitaan, tidak perlu lagi mengantri untuk sekedar buang hajat, tak ada aturan lagi!!! ya, kami berteriak dalam hati kami. teriakan kebebasan!

Tapi...
euforia kebebasan itu segera bungkam. Tidak, bukan karena aku tak mendapatkan apa yang kuingin. Rumah pink itu bukan sekedar bangunan, ia telah merasuk ke dalam hati. Benteng yang ia bangun di dalam balutan cat pink itu ternyata tidak sekedar menata fisikku, tapi juga sanubari. Benteng itu bernama "malu".

Ya, karena malu lah aku menjadi risih bila berada di luar rumah terlalu lama. Padahal sebelum ini, aku adalah mahasiswi berani yang pulang pergi tanpa pernah ditemani. bahkan aku pernah pulang dari Tegal ke Bandung sendiri! sekarang, bukannya aku tak berani. aku masih pemberani, tapi bila bertemu makhluk bernama lelaki, seketika hatiku risih. tidak, aku tak mau melihat atau dilihatnya. aku malu...

karena malu pula aku bersedih ketika melihat kenyataan, ilmu agama yang kutuntut beberapa bulan terakhir ini ternyata belum sepenuhnya kuamalkan. Aku malu jika ada keluargaku yang tak sempurna menjalankan ibadah, oleh karena itu aku memberitahu mereka. aku juga malu jika melihat teman-temanku pun tak sepenuhnya paham agama, maka meluruskan mereka adalah wajib.

Maka keluar dari rumah pink itu bukanllah berarti kebebasan. Namun sebenarnya aku keluar dari syurga untuk menghadapi neraka. Aku harus lebih kuat, lebih tegas, disiplin, kreatif, dan tentu siap menghadapi syetan berwujud manusia.

Kini, aku merindu rumah pink itu. bukan senyum yang terkembang ketika kaki menjejak dunia luar, tapi tangis tanpa henti..