Welcome!!

Bismillahirrahmanirrahiim....

Sabtu, 25 Januari 2014

Ceritaku Tentang Ceritaku

"Mil, cerpenmu bikin Ngka nangis!" Itu ucapan dua kakak perempuanku.

Haha, ngedenger ini aku, adikku, dan mamah langsung ketawa. Mana adegan yang bikin nangisnya?? Emang sih itu cerita sedih, tapi sampai bikin orang lain nangis? Ah, kayaknya mustahil bin mustahal deh.. Beneran lho, sehabis bikin cerita aku memang langsung gak PD. Serasa itu cerpen paling jelek se-dunia. Akhirnya nyesel karena udah dibaca orang. Sindrome kerdil tumbuh di hatiku.

Sebenarnya kawan, tak boleh kita memandang rendah diri kita sendiri. Wong kita ciptaan Allah, iya ndak?? Tapi saya sendiri tak bisa menghilangkan perasaan ini, kenapa ya?

Usut punya usut, katanya sih yang bikin kita kagak PD itu...
1. Pengaruh lingkungan
Banyak orang yang minder karena sering diremehkan, tidak dipercaya, disalahkan, atau selalu dilarang oleh lingkungannya. Cara mengatasinya adalah dengan mencari lingkungan yang lebih baik. Anda bisa bergabung dengan organisasi atau komunitas yang orang-orangnya positif, saling menghargai.

2. Diremehkan atau dikucilkan dari pergaulan
Biasanya, hal seperti ini terjadi karena Anda dianggap tidak penting, bukan siapa-siapa, tak ada apapun dari diri Anda yang membuat orang lain kagum. Untuk itu, yang Anda perlukan adalah berkarya dan berprestasi. Galilah potensi diri Anda. Tekuni hobi dan passion Anda secara serius. Bila Anda sudah menghasilkan prestasi, maka orang-orang akan mulai menghormati Anda.

3. Hasil didikan orang tua yang penuh oleh larangan
Biasanya, anak yang dididik seperti ini akan cenderung penakut, tidak berani bertindak. Cara mengatasinya, coba bergaul dengan orang-orang yang pemberani dan penuh semangat dalam hidupnya, agar Anda ketularan.

4. Kebiasaan orang tua yang suka memarahi kesalahan anak, tapi tak pernah memuji atau menghargai bila si anak melakukan hal yang baik
Bila Anda dulu dididik dengan cara seperti ini, cara mengatasinya sama seperti poin 1 di atas: Mencari pergaulan yang orang-orangnya positif dan menghargai Anda.

5. Kurang kasih sayang dari keluarga
Bila Anda termasuk orang yang kurang kasih sayang keluarga, atau jarang dihargai dan dipuji oleh keluarga, cobalah untuk mulai mengasah keahlian dan prestasi. Tekuni hobi Anda secara serius. Setelah berhasil, maka rasa percaya diri Anda akan mulai tumbuh.

6. Tertular sifat orang tua atau keluarga yang minder
Memang minder bisa menular. Bila Anda berasal dari keluarga yang minderan, coba atasi dengan mencari pergaulan baru sebagai penyeimbang. Bergaullah dengan orang-orang yang positif dan mendukung Anda dalam meraih sukses.

7. Trauma kegagalan di masa lalu
Yakinkan diri Anda bahwa kegagalan merupakan salah satu bentuk kesuksesan juga. Sebab lewat kegagalan, Anda bisa belajar banyak hal. Ambil pelajaran berharga dari kegagalan masa lalu. Kemudian mantapkan diri untuk melangkah lagi dengan strategi yang jauh lebih baik.

8. Trauma atas kejadian buruk di masa lalu
Trauma masa lalu memang tak bisa dilupakan. Karena itu, jangan coba-coba melupakannya. Yang bisa Anda lakukan adalah berdamai dengannya. Sadarilah bahwa Anda hidup untuk masa depan, bukan hidup dalam bayang-bayang masa lalu. Maafkanlah orang-orang yang menyakiti Anda, dan berbuat baiklah pada mereka. Dengan cara ini, insya Allah perasaan Anda akan lebih bahagia, dan rasa percaya diri pun muncul secara meyakinkan.

Jangan lupa, ciptakanlah prestasi yang membuat Anda bangga dan orang lain menghargai Anda. Maka kenangan masa lalu ketika Anda dipermalukan atau dihina di depan umum tersebut, insya Allah akan terobati.

9. Merasa bentuk fisik tidak sempurna
Jika bentuk fisik Anda tidak sempurna dan diri Anda pun biasa-biasa saja, alias tak ada yang istimewa dari diri Anda, maka tidak heran bila orang lain pun menyepelekan Anda.

Coba bandingkan dengan para orang cacat yang berprestasi. Ada tunanetra yang jadi blogger terkenal. Ada orang yang kakinya buntung tapi jadi atlit internasional. Mereka dihargai dan dihormati karena prestasi yang terukir. Dan masyarakat sama sekali tidak melihat kekurangan fisik mereka.

Intinya: Coba Anda berkarya dan berjuang untuk menciptakan prestasi. Bila prestasi demi prestasi sudah diukir, yakinlah bahwa kekurangan fisik Anda sudah tidak ada apa-apanya lagi dibanding rasa hormat orang lain terhadap Anda.

10. Merasa berpendidikan rendah
Bob Sadino, salah seorang pengusaha sukses di Indonesia, hanya lulusan SD. Tidak ada rumusnya bahwa untuk sukses dalam hidup itu harus berpendidikan tinggi. Seberapa rendah pun pendidikan Anda, cobalah berprestasi sebaik mungkin. Maka orang-orang nanti tidak akan peduli pada tingkat pendidikan Anda. Prestadi dan hasil karya Anda akan membuat mereka hormat pada Anda.

(*) Disadur dan dikembangkan dari http://www.hipnoterapi.asia/percaya_diri.html

Nah tuh, kagak ada alasan buat merasa rendah  bukan? Inget lho, kita diajarkan Rasul saw untuk rendah hati, bukan rendah diri!

Nb: yang mau baca cerpen saya, bisa beli majalah nabawiy edisi 123,, barangkali kamu juga bisa ikut nangis kayak kakak saya.Hhe. kepedean.

Selasa, 21 Januari 2014

Siapa Aku?


Ada satu tanya dalam hati yang begitu mengganjal. Ketika aku bercermin, hatiku itu bertanya:

"Apakah ini benar dirimu? Apa jalan hidupmu?"

Lalu lagi-lagi hatiku sendiri menjawab:

"Tentu saja! Jalanilah! Ini hidupmu!"

Sebenarnya kawan, manusia yang sudah menginjak usia sepertiku ini bukan saatnya lagi untuk mencari jati diri. TIDAK, ini adalah usia dimana kita dalam perjalanan yang jelas menuju tujuan yang jelas. Bukan lagi bertanya mau kemana, atau apa yang harus dilakukan. Ya,di usia dua puluhan ke atas kita sudah tahu betul apa tujuan Allah menciptakan kita di muka bumi. Tugas apa yang sesuai dengan kita dan tentunya jalan mana yang harus kita pilih. Ini bukanlah saatnya kita menunggu dikte dari orang lain. Ini adalah saat kita mengeksplorasi kelebihan yang kita miliki. Karena hanya kita sendiri yang tahu siapa kita sebenarnya.

Kawan, tapi jujur, aku masih belum mampu mengenal diriku sepenuhnya.

Siapa aku?

Dan tanya-tanya yang lainnya, yang terus menyerbuku kala aku merenung seorang diri. Ya, seperti saat ini. Bedanya hari ini aku bercerita padamu, kawan. Dan aku ingin menjawab semua tanya itu: SEKARANG!!

Baiklah, seperti yang kau tahu, aku adalah tipe manusia yang idealis, keras kepala, tak mau kalah, lebih sering mempengaruhi orang lain dengan ide-ide idealisku yang kadang saking terlalu idealisnya malah menjadi mustahil untuk melaksanakannya. Di sisi lain, aku juga kadang ragu dalam mengambil sebuah keputusan, butuh pendapat dari orang lain.Hmm,, kira-kira jadi apa yaa...

dan.... taraaaa..... inilah jawabanku:

Siapa aku?
Aku adalah seorang pemilik sebuah madrasah yang tidak hanya pintar dalam agama, tapi juga beberapa bidang yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari. Aku tak bisa jadi dokter, tapi kelak anak didikku ada yang menjadi dokter islami. Mungkin aku pun tak bisa terjun ke dunia bisnis, tapi kelak akan ada anak didikku yang menjadi bisnisman islami. YA!! Itulah aku! Insya Allah.. 

Rabu, 15 Januari 2014

Hal-hal yang Diharamkan Bagi Wanita Haidh dan Nifas


I.                    Pendahuluan
Wanita haidh atau nifas haram melakukan sesuatu yang juga diharamkan bagi orang yang berhadats kecil, yaitu:
1.      Shalat
2.      Thawaf
3.      Memegang Mushaf
4.      Membawa Mushaf
Dia juga haram melakukan yang dilarang bagi orang yang junub, yaitu empat perkara di atas ditambah:
1.      Berdiam diri di masjid
2.      Membaca Al-Qur’an dengan berniat membaca Al-Qur’an
Dan ditambah lagi keharaman bagi wanita haidh dan nifas dengan perkara-perkara berikut:
1.      Puasa
2.      Talak
3.      Melewati masjid jika takut mengotori masjid
4.       Mubasyaroh diantara pusar dan lutut
5.      Bersuci dengan niat ibadah
Dan semua perkara tersebut akan segera dijelaskan pada sub bab berikutnya.
II.                  Shalat
Haram bagi orang  yang haidh shalat, baik fardu maupun sunah,  ataupun shalat jenazah, atau sujud tilawah, sujud syukur,dsb. Dalam masalah ini ada dua perkara amat penting yang harus dijelaskan, yaitu: a. Datangnya pencegah, b. Hilangnya pencegah. Maksud dari pencegah disini adalah sesuatu yang membuat seseorang tidak boleh melaksanakan shalat, seperti haidh, nifas, hilang akal, atau pingsan.
a.      Hilangnya pencegah
Jika seorang wanita suci dari haidh atau nifas sebelum keluar waktu shalat, walaupun hanya seukuran waktu yang mencukupi untuk takbiratul ihram, dia wajib mengqodo shalat tersebut dengan dua syarat:
1.      Tetap dalam keadaan bebas dari pencegah seukuran waktu yang mencukupi untuk bersuci dan melaksanakan syarat-syarat shalat (menutup aurat, menghadap kiblat, dsb)
2.      Tetap dalam keadaaan selamat dari pencegah seukuran waktu yang mencukupi melaksanakan shalat tersebut seringan mungkin.

Dan wajib juga baginya qodo shalat yang sebelumnya jika shalat tersebut bisa dijama’ dengannya, seperti dzuhur dan ashar, dan magrib bersama isya dengan tambahan syarat: tetap selamat dari pencegah seukuran dua shalat tersebut seringan mungkin.

Untuk lebih jelasnya, kami berikan beberapa contoh:
·         Misalnya seorang wanita haidh suci 5 menit sebelum waktu ashar berakhir, maka ia wajib mengqodo shalat ashar dan dzuhurnya jika memenuhi syarat-syarat di atas.
·         Misal kedua: seorang wanita suci dari haidh 5 menit sebelummagrib, kemudian 15 menit setelah magrib ia pingsan (pencegah). Maka ia tetap wajib mengqodo shalat dzuhur dan asharnya karena waktu sebelum ia pingsan mencukupi untuk bersuci, melaksanakan syarat shalat, dan shalat seringan mungkin.
b.      Datangnya pencegah
Jika seorang wanita mengalami haidh atau nifas di awal waktu shalat atau di pertengahan waktu shalat dan belum melaksanakan shalat tersebut, maka wajib ketika ia suci untuk mengqodo shalat tersebut dengan syarat: Wanita tersebut menemui waktu yang memungkinkan melakukan shalat tersebut sebelum datangnya haidh, ditambah dengan waktu yang mencukupi untuk thaharah jika tidak dimungkingkan untuk bersuci sebelum waktu shalat (thaharah darurat)

Inilah beberapa pemisalannya:
·         Misal pertama: seorang wanita mengalami haidh 15 menit setelah masuk waktu dzuhur, dan ia belum melaksanakan shalat tersebut. Maka wajib baginya mengqodo dzuhur, karena ia menemui waktu yang mencukupi untuk melakukan shalat tersebut.
·         Misal kedua: jika seorang wanita haidh bersamaan dengan masuknya waktu ashar, maka ia tak wajib mengqodo shalat tersebut, karena ia tak menemui waktu yang mencukupi untuk melaksanakan shalat.

III.                Thawaf
Haram bagi orang yang haidh dan nifas untuk melaksanakan thawaf di Ka’bah. Adapun dalilnya adalah:
1.      Sabda Rasulullah saw: “Thawaf sama kedudukannya seperti shalat, hanya saja Allah memperbolehkan bebicara dalam thawaf.” (HR. Tirmidziy)
2.      Dan diriwayatkan dari Bukhari dan Muslim dari Sayyidah Aisyah ra.: “Sesungguhnya Rasul saw bersabda kepadanya ketika Sayyidah Aisyah haidh di dalam haji: ‘lakukanlah semua yang dilakukan orang yang berhaji, selain thawaf di Ka’bah’”
3.      Ulama telah bersepakat atas keharaman thawaf atas wanita haidh dan nifas. Dan tidak sah bila dia mengerjakan thawaf, baik fardu maupun sunah. Maka selain itu, dia tidak dilarang melakukan manasik haji.

IV.               Memegang  dan membaca mushaf
Haram atas orang haidh dan nifas memegang dan membawa Mushaf berdasarkan firman Allah :
Artinya: Tidaklah menyentuhnya kecuali orang-orang yang suci ( Al-Waqiah:79)
Dan juga berdasarkan pada sabda Rasulullah saw, “Tidaklah memegang Al-Qur’an kecuali orang suci.” (HR. Daraqatni dan Hakim)
Yang dimaksud mushaf disini adalah: semua yang ditulis untuk membaca Al-Qur’an, walaupun hanya sebagian ayat yang mampu memahamkan. Dan haram pula memegang Al-qur’an, meskipun hanya kainnya.

Ada 3 hukum dalam membawa Mushaf:
1.      Boleh membawa Mushaf dan barang-barang lainnya, jika berniat membawa barang saja.
2.      Jika membawa barang bersama Mushaf, dan hanya berniat membawamushaf saja, maka haram.
3.      Jika berniat membawa barang dan Mushaf atau tidak berniat apa-apa, maka boleh menurut Imam Romli dan haram menurut Imam Ibnu Hajar.

V.                 Berdiam diri di masjid
Haram atas wanita haidh dan nifas untuk berdiam diri di masjid, berdasarkan sabda Rasul saw “Sesungguhnya aku tidak memperbolehkan masjid bagi orang yang haidh dan junub.”(HR. Abu Dawud)

Begitupula mondar-mandir di dalam masjid, maka itu adalah haram karena menyerupai berdiam diri.

VI.               Membaca Al-Qur’an dengan niat membacanya
Haram bagi orang yang haidh dan nifas untuk membaca Al-Qur’an berdasarkan sabda Rasululllah saw: “Tidaklah orang yang  junub dan haidh itu membaca sesuatu pun dari Al-qur’an.” (HR. Tirmidzi)

Tetapi keharaman ini dengan dua syarat:
1.      Memang berniat membaca Al-Qur’an saja atau berniat membaca Al-Qur’an dan yang lainnya. Oleh karena itu jika tidak berniat membaca Al-Qur’an, misalnya bermaksud dzikir, atau menasehati, atau berkisah, dan tidak berniat bersama itu semua untuk membaca Al-Qur’an, maka diperbolehkan.
2.      Adanya membaca Al-Qur’an tersebut dengan suara yang dapat didengar oleh dirinya sendiri. Maka tidaklah haram untuk membaca Al-Qur’an di dalam hati selama tidak mengeluarkan suara, atau melihat mushaf selama tidak mengucapkannya.

Dan ulamabersepakat atas kebolehan dalam bertasbih, bertahlil, dan semua dzikir selain Al-Qur’an bagi orang yang haidh.

VII.             Puasa
Semua ulama  bersepakat atas keharaman puasa bagi wanita yang haidh dan nifas, dan jika mereka puasa maka tidak sah.

Dalil atas  keharaman puasa ialah Hadist Aisyah ra yang diriwayatkan Muslim, bahwa beliau berkata, “Kami diperintahkan untuk mengqodo puasa dan tidak diperintahkan untuk mengqodo shalat.” Ini dalil bahwa mereka tidak puasa.
VIII.           Talak
Haram menceraikan wanita yang haidh berdasarkan firman Allah swt yang artinya: “Wahai Nabi, jika kamu hendak menceraikan istri-istrimu, maka ceraikanlah mereka pada masa idah mereka, dan hitunglah masa iddah.”

Makna ayat tersebut adalah jika seorang suami ingin menceraikan istrinya, maka hendaknya menceraikan mereka saat mereka suci yang tidak berhubungan pada masa suci tersebut. Adapun maksud menghitung iddah ialah agar bisa kembali rujuk di massa iddahnya.

Maka ketika Ibnu Umar menceraikan istrinya yang sedang Haidh, Rasulullah saw memeintahkannya untuk rujuk dan menunda perceraian hingga suci. Adapun alasannya ialah, wanita haidh akan mengalami iddah yang lama bila dicerai. Begitu pula haram bagi suami menceraikan istri pada masa suci yang ia berhubungan dengannya.

Tetapi wanita haidh tidaklah haram menggugat cerai jika ia memberikan sejumlah harta untuk gugatannya. Kalau tidak memberikan sejumlah harta, maka haram.

IX.                Melewati masjid jika takut mengotorinya
Haram bagi orang yang haidh atau nifas untuk melewati masjid jika takut mengotori masjid, walaupun hanya prasangka, untuk menjaga kesucian masjid.

Disamakan dengan orang yang haidh dan nifas yaitu semua orang yang berhadast yang ditakutkan mengotori masjid, jika tidak mengotori masjid, maka hukumnya makruh.

X.                  Mubasyaroh antara pusar dan lutut
Ulama bersepakat atas keharaman suami mendatangi istrinya yang sedang haidh berdasarkan firman Allah swt yang artinya:
“dan mereka bertanya padamu tentang wanita haidh. Katakanlah itu adalah kotoran, maka jauhilah wanita yang haidh, dan jangan mendekatinya sampai ia suci. Maka jika dia telah suci, datangilah mereka dari arah yangdiperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertaubat dan orang-orang yang bersuci.” (Al-baqarah:222)
Dan banyak pula Hadits shahih yang menerangkan hal ini. Imam Syafi’i berkata: Barangsiapa yang melakukannya, maka ia telah melakukan dosa besar.

Begitupula haram bagi suami untuk mubasyarah dengan istrinya yang haidh di antara pusar dan lutut. Sesuai dengan Hadits Ibnu Umar yang diriwayatkan Ibnu Majah dan Baihaqi, beliau ra berkata: Aku bertanya pada Rasulullah saw apa yang boleh bagi suami untuk istrinya yang sedang haidh? Rasulullah saw menjawab: “Yang ada di atas sarung”

Dan di dalam hadits dari Aisyah ra, beliau berkata: “Jika ada salah satu dari kami (istri-istri Rasul saw) haidh, dan Rasulullah ingin menyentuhnya, maka beliau menyuruhnya memakai sarung di awal haidhnya. Kemudian menyentuhnya. Lalu Aisyah ra berkata, ‘mana di antara kalian yang memiliki hajatnya sebagaimana Nabi saw memiliki hajatnya.”

Namun ulama berpeda pendapat, Apakah yang haram adalah mubasyarah (bersentuhan) atau istimta’ (bersenang-senang):
·         Berkata sebagai ulama bahwa yang haram adalah Mubasyarah. Berdasarkan hal itu, maka haram menyentuh (kulit bertemu kulit) antara pusar dan lutut, sama saja dengan syahwat maupun tidak. Jika hanya memandang, maka tidak haram walaupun dengan syahwat.
·         Sebagian lagi berkata yang haram adalah istimta’. Oleh karena itu haram melihat dan memegang jika dengan syahwat.

XI.                Bersuci dengan niat ibadah
Jika seorang wanita haidh, maka haram baginya untuk bersuci dengan niat ibadah bersama tahunya dia bahwa hal tesebut tidak sah, maka dia berdosa, karena ia dianggap meremehkan syariat agama. Bersuci yang dimaksud adalah mandi besar ataupun wudhu. Adapun bersuci yang sunah seperti mandi untuk ihram, wuquf, dan melempar jumrah, maka sunah juga bagi orang yang haidh.


Sumber:
Kitab Al-Ibanah Wal Ifadhoh, Abdurrahman bin Abdullah bin Abdul Qadir Assegaf

Selasa, 14 Januari 2014

Susahnya Jadi Orang Berilmu

Aku baru saja diajak jalan-jalan sama Ncip, adikku yang tingkah dan fisiknya lebih pantas disebut seorang kakak, ke tempat favoritku: GRAMEDIA, terus belok ke BEC dan BIP. Tenang, aku tak akan menceritakan kegiatanku di sana, tapi hanya menyoroti tentang cara orang-orang shalat.

Hmmm,, betapa beratnya menjadi orang yang tahu. Kalau di pondok, semua santri tahu, kelihatan rambut, sehelai saja, berarti shalatnya gak sah. Tapi tadi, di mushala basement mall besar tersebut, hampir semua wanita yang memakai mukena, kelihatan rambutnya! Bukan cuma sehelai, tapi berhelai-helai! Ada pula yang terlihat auratnya yang lain. Tapi mereka anggap shalatnya sah, sedangkan aku tahu itu salah. Ini yang kupusingkan, haruskah menegur mereka? Bukankah kesadaran mereka shalat saja sudah merupakan sesuatu yang luar biasa di zaman serba aneh ini? Apakah setelah dibeitahu mereka akan menerima? Atau malah jadi males shalat?

Ahhh......
Akhirnya aku diam saja. Betapa batinku tersiksa setiap kali berada di mushala atau masjid..

Tahukah kamu? Susahnya menjadi orang berilmu itu ada dua: Ia harus mampu mengamalkan ilmunya bagi dirinya sendiri dan ia pun harus memberitahu pada orang yang tidak tahu. Maka ketika kamu tahu aurat harus ditutup dalam shalat, kamu wajib menutupnya dengan benar dan memberitahu orang-orang yang salah kaprah dalam shalatnya.

inilah pentingnya ilmu fiqih. Seandainya semua orang memperhatikan ilmu agama, mungkin orang-orang berilmu tak semenderita ini..

malam yang ramai