Welcome!!

Bismillahirrahmanirrahiim....

Senin, 07 November 2016

Anakmu Seperti Kamu

Kalau kamu bertanya akan seperti apa anakmu kelak, pandanglah cermin itu. Tengoklah dengan teliti. Semua yang kau lihat itulah jadinya anakmu. Sebesar apa pandanganmu terhadap dunia, sejauh apa lisanmu berucap bijaksana, seberarti apa agama dalam hati tertata, seperti itulah kelak anakmu tercipta.

Kamu adalah pohon, dan anak adalah buahnya. Sedangkan pemeliharaannya adalah tingkah lakumu. Apakah buahnya manis, masam, atau bahkan pahit, kamu juga yang menentukan. Apakah buah itu akan menyenangkan hatimu atau malah mendukakan pula kau yang tentukan.

Tahukah kau mengapa sayyidah fatimah ra begitu pemalu? Tidak lain tidak bukan ialah sebab ayahnya lah yang mengajarkan bahwa "malu adalah sebagian dari iman". Ibunya pula yang mencontohkan bagaimana wanita harus menjaga dirinya. Hingga terdidiklah perempuan ahli syurga yang dari lisannya berucap "sebaik-baik wanita adalah yang tidak melihat ataupun dilihat lelaki".

Lalu darimana pula keberanian sayyidina husein jikalau bukan sebab melihat sang ayah yang gagah berani memimpin umat? Pula dari ibu yang tak pernah berdusta? Maka tumbuhlah sayyidina husein dengan semangat juang membela islam meski harus dibayar dengan nyawanya.

Siapakah pula yang tak merasakan keadilan khalifah umar bin abdul aziz? Bukankah sebab kedua orangtua dan moyang yang shaleh beliau mendapatkan pengajaran?

Masya Allah...
Maka jadilah orangtua yang shaleh jik ingin mendapat anak yang shaleh!

Allah...
Jadikan kami orangtua yang shaleh begitupun keturunan kami. Aamiin.

Senin, 15 Agustus 2016

Catatan Ibu Hamil (4 bulan)

Sudah empat bulan ada seseorang yang terus bersamaku, tak pernah berpisah. Dia makan apa yang aku makan. Dia mengikuti apapun yang kulakukan. Dia selalu menempel padaku. Dia yang kelak akan kupanggil dengan sebutan anakku..

Tetiba saja tubuhku merinding. Dia nanti akan memberiku gelar ibu, tetapi siapkah aku? Pantaskah aku? Pikiranku dimasuki berbagai praduga. Apakah anakku kelak dapat tumbuh dengan baik di bawah asuhanku? Apakah aku mampu menjadi ibu yang baik baginya?

Aku benar-benar khawatir, kawan. Sekarang aku tinggal di negeri yang bahkan mencari masjid pun harus menggunakan transport. Belum lagi aku tak pandai berbicara dalam bahasa inggris, apa kelak anakku mampu?

Hei aku sampai lupa bahwa yang mengirimku kesini tentu lebih tahu tentang kemampuanku. Bukankah Ia Maha Mengetahui segala ciptaanNya?

Maka padamu, Allah...
Ku serahkan hidup dan matiku, pula skenario kehidupanku disini. Sungguh Engkaulah sebaik-baik sandaran.
Berikan aku keyakinan seperti Sayyidina Ali saat menggantikan Rasul di tempat tidurnya..
Mantapkan azamku seperti Sayyidah Sumayyah saat menyeru namaMu di tengah intimidasi kaum kafir..
Kuatkan langkahku seperti Sayyidah Asma bintu Abu bakar saat melintasi padang pasir dengan dua ikat pinggangnya...

Allah...
Kabulkan doaku. Aamiin

Jumat, 01 Juli 2016

Untukku yang lama tertidur

Hei, lama sekali aku tertidur ya? Sebulan? Dua bulan? Atau bahkan setahun? Entahlah, bicara waktu adalah kerelativitasan. Kau mungkin anggap 20 tahun waktu yang lama, tetapi di hari akhir kelak itu hanya satu kedipan mata. Atau bagimu sehari adalah waktu yang sebentar, tetapi bagi mereka yang tengah diserang, setiap detik adalah nyawa. Lihatlah, tak ada definisi jelas tentang waktu, bukan?

Itulah, kenapa ashabul kahfi menganggap mereka hanya tertidur sehari atau bahkan setengah hari, padahal kurun sudah berganti tiga abad! Allah, siapakah yang mampu berlogika ketika dihadapkan pada waktu?

Kali ini pun kita yang tertidur semalam mungkin telah melewatkan waktu yang bernilai puluhan tahun! Siapa yang tahu? Bukankah Rasulullah saw mengencangkan ikat pinggangnya di malam-malam ini? Sementara kita mengikat bantal dalam pelukan kita? Nastaghfirullah.

Sudah berapa lama aku tertidur? Apakah benar hanya semalam? Bukankah di malam itu ada waktu yang lebih berharga dari seluruh hidup? Saat Allah mendengar apa saja yang dikatakan hambaNya. Mereka meminta ampunan, Allah ampuni. Mereka meminta keamanan, Allah lindungi. Mereka meminta apapun, Allah beri! Ah, artinya aku telah tertidur sepanjang hidupku? Entahlah.

Terlalu lama aku tertidur sehingga punggungku sulit terangkat ketika ayam berkokok keras. Sehingga tanganku lebih senang memeluk bantal dibanding menerima pemberianNya. Sehingga mataku tak rela terbuka demi melanjutkan kisah semu yang tak berharga.

Sudah berapa lama aku tertidur?
Kuharap kau membangunkanku, kawan!

Jumat, 10 Juni 2016

Prolog tulisan saya

Saya hanya ingin menulis. Kegiatan yang telah lama saya acuhkan selama kurang lebih enam bulan. Saya tidak berharap tulisan ini dibaca siapapun (yang ini agak bohong). Tapi jujur, saya ingin tahu sejauh mana saya tertinggal. Dan benarlah, saya sudah terdampar dalam zona hitam penulis. Disini, bahkan satu hurufpun tidak bisa saya temui, bagi jari saya, menyentuh huruf lalu merangkainya adalah siksa. Ah, tapi saya paksakan jari itu tersiksa, sebab sampai kapan saya harus pura-pura tak tahu? Oh kawan, lihatlah badan saya kurus kerempeng, rambut saya tak teratur, dan mata saya menghitam (ini hiperbola) demi menghindari tulisan!

Biarlah ia meracau sesuka hati. Biarlah jiwa ini mersakan kebebasan lagi. Bukankah ini sudah bukan zamannya mengungkung diri? Ya, asalkan tak ada yang tersakiti. Saya akan menulis lagi, kawan. Entah tentang hidup baru saya bersama kekasih hati, entah tentang buah hati yang dinanti, atau sekedar cerita fiksi yang levelnya masih di bawah laut mati. Hahah. Saya tidak peduli, saya hanya ingin menulis lagi. Kalau kau tak lagi ingin menemaniku, tak apa. Semoga angin menyampaikan sepoinya padamu agar kau kembali menikmati sajian ini.

Ah, bagaimana tulisan pembuka saya? Kaku dan tak bermakna? Baiklah tak apa. Ini hanya sebuah prolog untuk tulisan-tulisan lainnya. Bukan prolog yang baik, ya? Heheh

Inilah saya, kawan. Saya ini penulis!

Selasa, 31 Mei 2016

Kawan yang kutinggalkan

Sepertinya angin bukan lagi kawan
Ia membuatku menggigil ketakutan
Setiap detiknya bagiku penderitaan
Maka kuminta sebuah perpisahan

Maafkan aku kawan,
Aku atau kamu yang berubah
Kita tak lagi searah
Kau membuatku ingin muntah

Maaf sekali lagi,
Ku salahkan kamu kali ini
Padahal jelas aku yang menjauhi
Jelas aku yang memusuhi

Kawan, kuharap kau mengerti
Tuhan yang menciptaku begini
Aku bahagia tapi sakit hati
Sebab terpaksa membuatmu sendiri

Kawan,
Tenanglah ini hanya sementara
Sampai seseorang dapat terbiasa
Dengan hubungan antara kita

Jadi untuk sekarang
Kuucapkan sampai jumpa
Dengan penuh linangan air mata...

Singapore, 25 sya'ban 1437H
Saat AC harus dipadamkan sebab perubahan tubuh

Senin, 16 Mei 2016

Tentang najis dalam shalat

Salah satu syarat sahnya shalat adalah sucinya badan, pakaian dan tempat daripada najis. Hal ini perlu diperhatikan karena masih banyak orang yang menyepelekannya.

Kita harus memastikan sucinya pakaian, badan ( termasuk mulut, hidung, dan muka), serta tempat shalat adalah suci dari najis yang tidak dimaafkan sebelum kita memulai shalat kita.

Jika seseorang lupa bahwa badannya atau pakaiannya najis lalu ia shalat, maka shalatnya tidak sah tetapi ia mendapat pahala dari bacaannya. Dan ia wajib mengulang shalatnya.

Jika setelah shalat, ia melihat najis di badan, pakaian, atau tempat shalat maka hukumnya ada dua:
1. Jika ia meyakini najis itu muncul setelah shalatnya selesai, maka shalatnya sah dan tak perlu diulang.
2. Jika ia meyakini najis itu sudah ada saat ia shalat, maka shalatnya tidak sah dan wajib mengulang.

Salah satu perkara penting yang harus diperhatikan adalah, seseorang juga bisa batal shalatnya saat ia memegang benda suci yang bersambung dengan benda najis, diantaranya:
1. Jika ia MENGGENDONG seseorang yang membawa najis, seperti menggendong bayi yang belum dibersihkan kotorannya (meski memakai pampers), atau menggendong wanita haidh atau nifas yang mengalir darahnya.
Ataupun sebaliknya, yakni orang yang membawa najis itu menggendong orang yang shalat, maka batal shalatnya.
2. Memegang sesuatu seperti botol yang di dalamnya ada najis, maka batal pula shalatnya.
3. Jika memegang tali atau seumpamanya yang mana tali tersebut bersambung dengan najis seperti anjing, Batu yang bernajis atau budak yang belum istinja', maka batal shalatnya. Karena ia membawa sesuatu yang berhubungan dengan najis, maka seolah-olah ia membawa najis. Tetapi jika tali tadi di bawah telapak kakinya, shalatnya sah.

Walaupun kucing suci, tetapi jika ia duduk di atas paha orang yang shalat, maka batal shalatnya jika ia tak memindahkannya segera. Sedikit bulu kucing yang ada di badan atau pakaian, dimaafkan.

Najis-najis yang dimaafkan:
Maksud najis yang dimaafkan adalah, ia tak membatalkan shalat meskipun ada saat shalat. Yang termasuk najis yang dimaafkan adalah:
* darah bisul,
* darah bekam,
* darah luka,
* darah jerawat,
* nanah,
* air luka,
* darah nyamuk,
* darah kutu
* darah tahi lalat,
* air kencing dari orang yang kencing terus menerus
* darah istihadhoh

Semua dimaafkan jika bukan dengan perbuatannya sendiri, seperti memecahkan jerawat atau bisul atau membunuh nyamuk dengan sengaja. Darah dari bisul, nanah, luka, dan sebagainya dimaafkan jika darah itu sedikit dan tidak mengalir jauh dari tempatnya. Jika darah orang lain mengenai orang shalat, dimaafkan jika sedikit dan tidak mengalir jauh.

TIDAK dimaafkan bangkai semut, kutu, nyamuk, sekalipun hanya sayapnya, yang melekat di tubuh atau pakaian. Sama saja apakah binatang itu mati sendiri atau dibunuh. Juga sama apakah binatang itu darahnya mengalir atau tidak. Tetapi jika bagkai itu berada dalam jahitan dan sulit dikeluarkan, maka dimaafkan.

Jika ia kejatuhan najis kering saat shalat dan langsung menjentikknya atau meniupnya tanpa menyentuh najis tersebut, maka sah shalatnya. Tetapi jika ia membiarkannya walau seukuran tu'maninah, maka batal shalatnya.
Tentang meniup dalam shalat, jika keluar dua huruf, maka batal shalatnya, ini pendapat yang shahih.

Jika ia kejatuhan najis basah dalam shalat, maka ia harus segera membuang pakaiannya itu. Jika tidak, atau ia mendiamkannya seukuran tu'maninah, batal shalatnya. Tetapi jika terjadi di masjid, maka hukumnya:
1. Jika waktu shalat masih panjang, lebih afdhol ia keluar dari shalatnya dan membersihkan pakaiannya kemudian mengulangi shalatnya.
2. Jika waktu shalat sempit, maka lempar pakaian itu dan teruskan shalat, setelah selesai ia wajib membersihkan lantai yang terkena najis itu.

Sumber:
Panduan ilmu fiqh, syeikh Omar Al-khatib

Minggu, 08 Mei 2016

Foto Bersama Suami ;)

Setiap kali melihat pasangan suami istri bermesraan di media social, saya iri luar biasa. Saya juga ingin seperti mereka. Tetapi bukan maksudnya saya dan suami tak semesra mereka. Memberi tahu teman di media social itulah yang saya iri-kan.

Kalau foto berdua dengan suami tersayang sih banyak, sampai ratusan di folder HP. Foto suami yang keren juga banyak. Hanya saja saya tidak pernah mempublikasikannya ke media. Kalau ada yang meminta foto pun saya tak kasih bila bukan saudara yang dapat dipercaya.

Sebenarnya kalau mengikuti kehendak saya, media social saya pastilah berisi banyak foto sama suami. Apalagi saya tergolong pengantin baru (baru 4 bulan. Hehehe). Tetapi jari-jari saya takut menekan tombol upload itu. Selain karena suami pun tak suka fotonya tersebar, nasehat wanita itu selalu terngiang dalam pikiran saya.

Seorang wanita boleh menampakkan dirinya dengan syarat ia yakin tak ada satupun lelaki yang tertarik padanya.

Yah, gimana ya.. Walaupun saya sudah pakai penutup muka alias niqab, tapi Mata saya tetap terlihat, jangan2 nanti yang lihat jadi naksir Mata saya? Heheh. Buktinya setelah melihat saya, suami ngajak nikah.. Hihih

Selain itu AL Habib Ali Zainal Abidin Al-Hamid pun pernah menasehati saya (melalui YouTube) begini:

Apa kamu tahu kenapa kisah para wanita dalam AL Quran tidak pernah disebut namanya kecuali sayyidah maryam (dalam al Quran Asiyah disebut istri fir'aun, Hafshah dan Aisyah disebut istri nabi, dll. Sedang maryam disebut namanya sebab ia bukan istri kepada siapapun)? Sebab Allah ingin menjaga kehormatan wanita!

Lihat! Nama saja sudah menjadi aib bila tersebar, lalu bagaimana dengan foto?

Jadi setiap kali saya ingin upload, saya tahan diri saya. Sabar, nikmatin aja sendiri...

Tiap kali saya iri melihat teman-teman upload foto, saya elus dada. Sabar, jaga kehormatan kamu..

Dan setiap kali foto mesra mereka tersebar, saya terus berkata. Sabar....

Maklum, sebenarnya saya photoholic, jadi inilah cobaan bagi saya.

Sabar ya nak...

Selasa, 26 April 2016

Keluarlah!

Berapa lama kamu akan bersembunyi
Atas nama jiwa yang suci
Lalu berkata bahwa ini bukan melarikan diri

Keluarlah!
Bukankah ini mimpimu
Bersama semesta bersatu
Bukannya duduk di sudut itu
Lalu tak habis merutuki waktu

Keluarlah!
Jadilah dokter bagi daun yang gugur
Atau guru bagi semut yang tersesat dari baris teratur
Atau arsitek yang membangun sarang di tepian jalur

Keluarlah!
Lepaskan ikatan itu sekarang juga
Buatlah syurga sebelum syurga
Bukan neraka sebelum neraka!

Keluarlah!
Lalu makanlah di taman terindah
Bukan lagi di tumpukan sampah!

Keluarlah!
Kau tahu jalan pulang, bukan?

Sabtu, 09 April 2016

Negeri kedua: Singapore

Negeri ini tempat tinggal kedua bagiku. Yah walaupun aku sama sekali tak dianggap penduduk oleh negeri ini, tapi disinilah sang pujaan hati membawaku. Tanpa sempat membuat upacara perpisahan dengan keluarga dan teman-teman, kunekatkan mengikuti jejak menuju rumah yang baru. Sebuah negeri bernama: Singapore.

Negeri ini berbeda 360 derajat dari negeri tempatku dilahirkan. Kalau ada derajat yang lebih tinggi dari itu, akan kupakai sebab memang terlampau jauh berbeda! Padahal jaraknya hanya 2 jam menggunakan mesin terbang raksasa, tetapi seprerti menembus dimensi dunia lain!

Bagaimana tidak? Hal pertama kali yang membuatku merinding ialah melihat para wanita ketika turun di bandara terbaik dunia itu: hei, apakah semua wanita itu orang miskin? Kenapa mereka hanya mampu membeli celana sepersepuluh kaki? Hiyyy, bajunya saja cuma bisa menutup bagian depan wanita-wanita itu! Aku pejamkan mata sambil terus beristighfar.
" Itulah pemandangan disini setiap hari."  Ucapan pendamping hidupku itu membuatku sadar, hei aku sudah berada di negeri orang lain!

Itu belum apa-apa. Lebih mengerikan lagi ketika aku antri di immigrasi, tepat di depanku pasangan bule tengah berbincang. Dan sialnya, ketika aku melihat mereka, tahu apa yang tengah mereka lakukan? Ah, sudahlah. Aku hanya menunduk kesal sambil terus beristighfar.

Walaupun negeri ini dahulu adalah bagian dari negeri tetangga, tetapi semuanya berbeda jauh kecuali tentang makanan. Disini 80% adalah orang china. Jadi tak heran bila minuman keras dijual seperti rokok di Indonesia. Pun tak perlu heran kalau ada upacara kematian yang sangat mewah (serupa dengan acara walimah kalau di Indonesia mah), yang kalau ada yang menangisi sang mayat, maka akan dibayar (katanya sih gitu, tapi saya belum pernah coba.hehe). Tak perlu heran pula jika daging babi dijual seperti bala-bala.

Disini ada 4 bahasa yang terkenal. Bahasa inggris sebagai pemersatu, dan 3 bahasa etnis: china, india, dan melayu. Kalian pasti tahu kan aku bisa bertahan dengan bahasa yang mana 😁.

Dan yang memprihatinkan adalah kebanyakan muslim yang saya kenal belum begitu fasih membaca al Qur'an di usianya yang sudah sangat matang. Ya, aku paham. Di negeri bukan islam memang berbeda sudut pandang. Apalagi negeri ini sangat tak berperasaan. Semua harga begitu mahal sedangkan hasil bekerja tak begitu memuaskan. Tak heran pula bahwa ada banyak kasus bunuh diri disini. Tuntutan hidup membuat beberapa orangtua tak begitu menganggap penting urusan agama. Yah, akhirnya di usia yang seharusnya ia mengajari anaknya membaca al Quran, ia malah harus belar iqra terlebih dahulu.

Di tengah kegersangan rohani di negeri ini, kutemukan sebuah telaga murni. Ah, alhamdulillah, ternyata negeri ini tak mati. Ternyata ada majelis hadrah dan maulid disini, bahkan ulama-ulama sering juga berkunjung kesini. Syukurlah. Aku benar-benar bersyukur.

Kuharap para pejuang dakwah di negeri ini tak pula terkena virus mata duitan, hanya mengajar bila dibayar. Ya kuharap begitu, agar tak ada lagi yang buta agama di usia senja.

Rabu, 30 Maret 2016

Dimana para syarifah itu?

Wahai wanita mulia,
Sebab di dalam aliran darahmu terdapat tetesan darah termulia,
Tidakkah kau malu pada dunia
Sehingga auratmu kau pajang di alam fana?
Tak kah kau dengar datukmu berbicara,
Di tengah orang ramai dan pendusta
Bahwa "Fatimah anakku tetapi aku tak mampu membebaskannya dari neraka"
Lalu mengapa kau santai dan berleha
Hanya sebab pertalian darah yang jauh teramat saja?

Wahai wanita mulia,
Sebab datukmu senantiasa berdo'a
Untukmu, siang - malam- hingga senja
Tak kah kau tahu besarnya amanah
Yang terbeban pada pundakmu yang lemah
Sebuah gelar Syarifah?

Itu bukan kebanggaan
Bukan pula kesenangan
Ialah beban,
Saat kau melakukan semua pekerjaan
Semua dinisbatkan padanya tanpa pengecualian
Adakah akhirnya menjadi kebaikan
Atau malah cacian dan sindiran?

Wahai wanita mulia,
Kembalilah ke jalan datukmu yang tak memiliki cela
Tutup rapat aurat yang selama ini kau biar terbuka
Buang jauh kata-kata hina yang kau tuduhkan pada saudara
Genggam erat mereka yang disebut saudara
Ikuti jalan yang telah datukmu cipta
Jangan kau terperdaya mereka
Yang membenci datukmu sebab terlalu sempurna..
Ayo kembalilah,

Wahai wanita mulia,
Tegakah kau membuat datukmu meneteskan air mata
Karena anak cucunya kini tak lagi menyebut namanya
Tetapi rajin menyebut para penghibur dunia?

Duhai wanita mulia,
Adakah kau mampu berpisah dengan datukmu
Di hari akhir pembalasan kelak bertemu
Kau lambaikan tanganmu pada datukmu,
Tapi datukmu menoleh padamu pun tak mau?

Duhai wanita mulia,
Dimana kemuliaanmu kini,
Adakah sekedar darah dalam raga?

Wahai cucu sang al Qur'an berjalan,
Dimana kini kau simpan AL Qur'an?
Adakah di lemari usang yang tak tersentuh tangan?
Benarkah kau sang cucu yang dibanggakan

Wahai wanita keturunan bunda khadijah!
Dimana akhlak bunda mulia itu?
Adakah tinggal cerita di akhir zaman

Duh,
Duh,
Duhai wanita mulia!

Selasa, 22 Maret 2016

Prajurit sayyidah fatimah (drama)

Ada beberapa kawan yang memintaku menulis drama yang dulu kusutradarai di pondok. Haha, maklumlah.. Dulu aku termasuk orang yang rajin nulis. Nah, biar manfaat kutulis dalam blog aja yaa...

Drama ini dibuat dalam rangka ulang tahun sayyidah fatimah ra. Jadi buat kamu-kamu apalagi yang mondok, kalau bingung mau drama seperti apa semoga ini bisa membantu.

Judul: Prajurit sayyidah fatimah

Kelompok 1 (3-4 orang) maju dengan memakai kerudung gaul yang hanya menutupi sampai leher, pakaian ketat, lalu membaca puisi

Aku wanita yang didamba
Memakai jilbab sesuai selera
Yang penting rambut tak terlihat
Tapi baju mestilah ketat
Agar cantik semakin tampak
Tentu dengan make up yang meriah
Agar lelaki melihat semakin betah...
Benar bukan, akulah bidadari syurga...

Lalu kelompok 2 datang dan mengusir kelompok pertama dari tempatnya, mereka memakai kerudung yang tampak rambutnya, lalu membaca puisi..

Jangan mimpi hai penggoda,
Akulah wanita yang didamba
Memakai penutup kepala sekedar bukti
Bahwa aku mengikuti peraturan syar'i
Tapi soal trend masa kini, akulah sang ahli
Semua serba baru dari kepala sampai kaki
Bahkan mereka yang kafir memuji
Sebab aku penuh toleransi,
Memakai segala produk kafir tapi tetap syar'i..
Nah, akulah sang bidadari...

Kelompok 3 datang mengusir kelompok 2, mereka berjilbab menutupi dada dan rapih, tetapi ahli ghibah. Mereka berpuisi..

Berhenti berkhayal kalian semua!
Ini aku yang benar wanita didamba
Lihat pakaianku rapi dan sejuk dipandang mata,
Jilbabku menutupi dada sesuai perintah yang ada
Bahkan tak kau lihat rambut sehelai pun, bukan?
Tapi soal gossip dan berita terkini aku yang utama,
Membicarakan aib tetangga aku paling suka
Sebab aku yang paling benar dan kalian semua salah
Ya, wanita sepertiku yang layak disebut bidadari syurga!

Narator:
Tiba-tiba terdengar gemuruh yang merusakkan telinga, semua yang mendengarnya pun mati... (Lampu dimatikan)
:
Hari akhir telah tiba!!! Bangkitlah kalian semua! Bangkit dari kubur kalian! Inilah hari pembalasan!!!

Semuanya bangkit lalu bertanya2, APA yang terjadi. Malaikat berseru:
"Minggir kalian semua, prajurit sayyidah fatimah akan lewat! Minggir!! Berilah jalan! Tundukkan kepala!!"

Beberapa malaikat mendorong mereka agar memberi jalan, lalu rombongan sayyidah fatimah pun lewat, masing-masing kelompok berseru:
"Wahai sayyidah fatimah, aku adalah prajuritmu!"

Tetapi tak ada yang digubris, di akhir acara salah satu rombongan sayyidah fatimah berpuisi:

Tidak! Tak ada satupun dari kalian yang diakui
Menjadi prajurit sayyidah fatimah bersama kami

Sebab kamilah sebenarnya bidadari syurga yang sejati
Tak pernah wajah kami terlihat lelaki
Hanya mereka yang diizinkan oleh syar'i
Yang boleh melihat kami

Prajurit sayyidah fatimah itu..
Yang tak pernah diketahui
Mana bagian depan dan belakang mereka
Sebab tertutup rapat tanpa cela
Bukan yang menunjukkan aurat dengan bangga
Lalu bersolek di depan lelaki ajnabiy..

Prajurit sayyidah fatimah itu...
Selalu menjaga lisan sepanjang hari
Sebab takut memakan bangkai saudara sendiri
Bukan yang ringan bergunjing tanpa henti
Agar tak ketinggalan berita terkini

Duhai sayyidah fatimah,
Pantaskah diri ini menjadi prajuritmu?
Sedangkan aurat belum sempurna tetutupi
Sedang lidah tak mudah terkendali...

Duhai sayyidah fatimah...
Kami mengaku mencintaimu
Padahal perilaku sangat tak sesuai
Ibadah pun sering lalai...

Duhai sayyidah fatimah,
Satu pinta kami...
Akuilah kami!

Senin, 14 Maret 2016

zaman jahiliyah orde baru

Apa bedanya kita dengan orang jahiliyah dulu? Setelah membaca sebagian shirah atau perjalanan hidup nabi saw, aku jadi terpikir bahwa kita dan orang yang disebut jahil (bodoh)  pada masa itu tak jauh berbeda. Eits, tunggu.. Bukannya kutuduh kalian kafir. Tenang, jangan marah dulu. Dengarkan aku hingga tuntas, OK?!

Terus apa persamaan yang kubicarakan tadi? Nih dia:

1. Sulit menerima perbedaan
Orang jahiliyah sama sekali tak terima agama yang dibawa Rasulullah saw, sebab itu adalah barang baru bagi mereka. Sesuatu yang baru, yang berbeda dengan kebiasaan mereka, bukannya ditelaah lebih lanjut eh malah main hakim sendiri dan meneriakkan jargon;  "Muhammad sesat, Gila, agama rusak!" Dan lain sebagainya.
Kita gak beda jauh kan? Malah lebih parah. Itu orang jahil kan baru tahu agama baru. Lha kita? Agamanya sama, pakaiannya sama, hanya sebab kopiah yang lain warnanya hitam, langsung nuduh sesat. Cuma gegara shalat subuh tak baca qunut dibilang bodoh. Ayolah, agama kita punya banyak imam madzhab. Jangan asal tuduh, kalau sudah jelas dia tak shalat wajib saja, kita tak boleh mengatakan  sesat, tapi kita wajib mengajaknya kembali ke jalan benar. Ini agama yang sama yang dibawa oleh Rasulullah saw yang sungguh pemurah itu, bukan?

2. Menganggap orang yang tak sama dengan kita adalah musuh
Masih ingat perlakuan walid bin mughirah kepada anaknya yang Muslim? hanya sebab sang anak mempercayai Rasulullah saw, walid bin mughirah yang tadinya sangat menyayangi anaknya berubah 180 derajat. ia anggap anaknya sendiri musuh dan mengikatnya di dalam gudang tanpa diberi makanan! lalu ia berseru bahwa Islam mencerai-beraikan keluarga. Padahal walid bin mughirah sendiri lah yang memulai perpercahan ini!

nah, apa coba bedanya dengan sekarang. hanya sebab teman kita atau saudara kita beda pemahaman tentang tahlil, misalnya, langsung saja kita membuat benteng tinggi sekali dengannya. yang asalnya teman rapat berubah jadi musuh dalam debat, bahkan tak jarang mengeluarkan caci maki yang tak layak. Padahal keduanya sama-sama bergelar Muslim!

3. tidak mau menerima kebenaran
Abu jahal sebenarnya bukan orang bodoh, justru dia termasuk orang terpintar quraisy yang dido'akan Rasulullah agar masuk Islam. Ia pun sadar islam adalah agama yang paling masuk akal, tak ada alasan untuk menolaknya. Ia paham betul. tapi tetap saja ia berpegang pada agama nenek moyangnya hanya sebab ia tak mau dibilang  "pengikut". itulah, kenapa ia disebut bapaknya orang bodoh alias Abu jahal. lha, sudah tau emas di depan mata diperuntukkan baginya, bukan nya diambil, dia malah mengambil kotoran di belakangnya! bodoh, bukan?

kalau sekarang yang seperti Abu jahal tak terhitung lagi. berapa banyak doktor dan professor yang dengan ilmunya ia mengetahui kebenaran Islam, tetapi tetap saja ia tak bertuhan. atau Muslim yang tahu bahwa al-qur'an adalah pedoman hidup, tapi malah membuangnya jauh-jauh dan menggantinya dengan perkataan filosof yang kenal Islam aja gak. ahh, benar-benar bodoh, bukan?

itulah, kalau mau diberi list lagi, sebenarnya masih banyak persamaannya. lha, wong setiap zaman itu pasti lebih buruk dari sebelumnya, kalau zamannya imam abdullah al Haddad saja beliau katakan zaman penuh fitnah, sekarang ini apa coba?

Rasulullah saw bersabda, " akan datang suatu zaman yang mana orang yang berpegang teguh pada agamanya seperti menggenggam bara panas"

maka tak apa, genggam bara panas itu walau melukai dirimu, sebab bila ia terjatuh, yang terluka bukan hanya kamu, tapi orang-orang di sekelilingmu! berhati- hatilah dan kuatlah di zaman jahiliyah ini!

Puisi terbuka untuk adik

Sekarang aku tahu
Ada yang lebih menyakitkan kalbu
Dibanding ditusuk pisau jumlah seribu
..
Ialah tak melihat senyummu,
Pula tak mendapat kabarmu..

Adikku,
Tolong maafkan aku,
Bukanlah aku penguasa kata
Yang mampu merangkai kata jadi cerita
Lalu membuatmu tertawa

Aku pun tiada bisa menjadi pelipur lara
Saat kau benar-benar sengsara

Bila kini kau terluka,
Tepat di bagian yang sulit terhapus,
Maafkan aku sebagai kakak
Sebab tak mengerti arti duka

Orang bilang sebagai saudara,
Kau boleh bersalah dan berbeda jalan
Asalkan jangan sampai berlepas tangan
Dan membiarkan saudaramu sendirian..

Ini aku saudaramu,
Kakakmu yang kecil
Memohon pengertian darimu,

Ini bukan yang pertama,
Mungkin bukan pula yang terakhir
Aku berlaku tak sesuai hatimu,
Tapi kumohon berlapang dadalah...
Sediakan untukku tempat di hatimu,
Adikku...

140316

Rabu, 09 Maret 2016

Mencintai dengan ikhlas, adakah?

Aku ingin merasakan ikhlas. Suatu perasaan yang membuatmu senang melakukannya, ada atau tidak yang melihat. Banyak atau sedikit pekerjaannya. Sulit atau mudah. Dihargai atau tidak. Kau tetap akan melakukannya, sebab hati yang menilai. Hati itu menggerakan raga, lalu terlaksanalah apa yang diperintah. Tanpa perlu memaksa.

Tahukah engkau kisah Saudah binti Zam'ah? Dialah yang mengajariku arti ikhlas hari ini. Meskipun pahit. Dia adalah istri kedua Rasulullah saw setelah sayyidah Khadijah wafat. Dia janda yang gemuk, tidak cantik, sudah tua. Maka baginya, dipersunting Rasulullah saw dan menjadi istrinya adalah kemuliaan yang tak terkira. Ia sangat senang sampai-sampai tak tahu harus mengatakan apa. Baginya dengan melihat Rasulullah saw tersenyum sudah menjadi hadiah besar. Maka ia selalu membuat hal konyol di hadapan nabi, bahkan sempat terjatuh dengan tubuh gempalnya. Begitu polos.

Tapi ia pun seorang wanita yang memiliki perasaan. Maka ketika nabi tak lagi berhasrat dengannya dan bermaksud menceraikannya agar tak menyakiti hati Saudah, ia tertunduk diam. Aku dengar hatinya merajuk, meminta nabi menarik kembali ucapannya. Tapi Saudah tak mengatakan apa-apa, mulutnya seolah dikunci sebab hatinya terlalu sakit mendengar permintaan nabi. Aduhai, Saudah hanyalah janda tua, dan menjadi istri nabi adalah kesenangannya di hari tua. Lalu sekarang, ia pun harus rela kehilangan kesenangannya?

Lihatlah, air mata yang hampir menetes itu, duhai Saudahh, betapa sulit ujian yang diberi untukmu! Namun Saudah bukanlah wanita biasa, ia menikah bukan karena hawa nafsu tapi karena Allah dan RasulNya! Tidak, ia tidak memalingkan wajahnya dari Nabi sebab kesal, namun ia hanya mengusap air mata yang hendak jatuh itu, ia tak mau nabi melihatnya menangis.

Saudah tak meminta cinta nabi, ia paham betul bahwa nabi sudah melakukan yang terbaik sebagai suaminya. Tapi diceraikan nabi? Sungguh tak terpikir apa jadinya kelak ia tanpa nabi. Lalu tahukah kau jawaban Saudah untuk nabi? Bukan, ia tak meronta atau berteriak tak puas, dengan kelembutannya ia berkata "jangan ceraikan aku, bagiku cukuplah gelar sebagai istrimu di dunia dan akhirat. Aku tak butuh bagian, maka kuserahkan bagianku pada Aisyah."

Maka tak terjadilah perceraian itu berkat keikhlasannya. Ikhlas atas apa yang Allah takdirkan. Bagiku, cukuplah gelar sebagai istrimu! Darimanakah kata-kata ini keluar jika bukan dari hati yang ikhlas?

Duhai Umi Saudah, ajarkan aku sedikit saja keikhlasanmu..

Selasa, 08 Maret 2016

Sebuah puisi untuk suamiku

Aku bukan bidadari syurga,
Yang wajahnya tiada pernah membuat duka
Berseri ceria sepanjang masa

Aku benar bukan bidadari syurga,
Yang dikatakan tak memiliki cela
Pula kulit sebening kaca

Aku pula bukan sayyidah Fatimah,
Yang sabar dengan segala musibah
Dan tak pernah berkata:  "Ah"

Pula bukan sayyidah Khadijah
Yang pandai menjaga rumah
Membuat suami tenang dan betah

Bukan pulalah aku sayyidah Aisyah
Yang cerdas merebut hati suaminya
Hingga sang suami rindu pangkuannya

Aku hanyalah wanita biasa,
Yang kadang menyimpan kecewa,
Dengan cela tak terkira
Juga banyak membuatmu mengelus dada..

Tapi aku akan berusaha
Menjadi istri yang disifati dalam cerita
Walau pasti tak sempurna

Untuk kesabaranmu,
Pula pengertianmu,
Juga segala pengorbananmu,
Aku akan bayar dengan ketaatanku padamu,
Insya Allah.. 😊

080316

Rabu, 24 Februari 2016

Pecah!

Hari ini Singapore hujan. Dari tadi pagi hingga sekarang tak henti-henti, yang menyebabkan saya malas keluar (padahal gak hujan juga gak keluar, heheh). Akhirnya saya memutuskan ke dapur, beres-beres, masak-masak, dan duduk-duduk. Tapi, ketika saya selesai mencuci piring, dan ingin mengambil wajan, tiba-tiba....

PRANG!!!

Satu gelas pecah! Waduhh, saya sangat panik. Sebab ini bukan rumah saya, pun gelas yang saya pecahkan itu cukup bagus. Akhirnya saya kirim pesan pada suami saya, pun pada umi mertua saya, alhamdulillah mereka merespon dengan baik. Katanya gelas sudah pecah, mau diapakan lagi, lagipula masih banyak gelas yang lain. Fiuhhhh.... Sedikit lega saya, walaupun masih sangat merasa bersalah.

Saya jadi bersyukur sebab teringat suatu kisah yang mengharukan tentang memecahkan sesuatu. Mau kuceritakan, kawan?

Baiklah, alkisah seorang anak yang masih kecil, mungkin Lima tahunan lah, sedang bermain di dalam rumahnya. Saat ia berlari tak sengaja ia menyenggol kaca ibunya hingga pecah berkeping-keping.

Melihat itu, sang ibu marah luar biasa, sebab kaca itu adalah kaca antik kesenangannya. Ia berkata pada anaknya,
"Apakah kamu tak bisa berhati-hati?! Semoga kamu menjadi berkeping-keping seperti kaca ini!"

Tahun pun berganti. Sang ibu sudah lupa dengan perkataannya, tapi Allah tak pernah lupa. Anak itu tumbuh dengan baik dan menjadi kesayangan sang ibu diantara anak-anaknya yang lain.

Suatu hari, ayahnya akan pergi ke tempat bangunan yang akan ia selesaikan. Namun sang anak merengek ingin ikut. Akhirnya ayah pun pergi bersama anaknya.

Sesampainya di bangunan yang belum jadi itu, Ayah melihat-lihat posisi bangunan dan berdiskusi dengan rekan-rekannya sementara anaknya pergi bermain ke dalam bangunan.

Saat tengah berdiskusi tiba-tiba...

BRAK!!!

Suara bangunan rubuh, semua pergi ke arah suara, dan betapa mengerikannya, anak itu hancur berkeping-keping seperti kaca ibunya dahulu.

Melihat anaknya seperti itu, sang ibu menangis tiada henti dan menyesali kata-katanya dahulu.

Entah cerita ini benar atau tidak, yang pasti jangan berbicara sembarangan saat kita marah. Siapa tahu itu saat perkataan kita menjadi do'a yang makbul.

Eh, kok ceritanya jadi kemana-mana yah? Gak apa lah ya. Sekian dulu cerita hari ini.. 😊

Selasa, 23 Februari 2016

Pilihan Manusia

"Seseorang yang menyibukkan dirinya dengan dunia, akan kehilangan akhirat. Dan mereka yang menyibukkan diri dengan akhirat, pula akan kehilangan dunianya." (Ustadz Ali Zainal Abidin Al-Hamid)

Kita memang selalu dihadapkan pada pilihan dan resiko dari pilihan kita tersebut. Bahkan duluuuuuu sekali saat Allah bertanya pada kita apakah kita sanggup hidup di dunia? Kita boleh memilih ya, atau tidak. Tapi karena kebodohan kita, kita memilih untuk hidup di dunia.

Setelah memilih hidup di dunia, maka kita dihadapkan kembali dengan pilihan lain: jalan yang baik atau jalan yang buruk. Keduanya sama-sama sulit. Hanya saja, akhirnya yang berbeda. Jalan yang baik akan menuntun kita kembali kepada Allah dan lulus hidup di dunia, sedang jalan yang buruk akan menjadikan akhir kita bersama syaitan di neraka jahim, Na'udzubillah...

Lalu apa jalan yang baik itu? Apakah dengan sekedar menjadi orang yang baik? Tentu saja tidak. Setiap jalan memiliki petunjuk. Dan untuk jalan yang baik di dunia ini, hanya ada satu petunjuk: Al-Qur'an! Yap, tak ada kitab apapun yang dapat membuat kita lulus dari dunia ini kecuali AL-Qur'an. Bagaimana tidak? Bukankah Allah sendiri yang menurunkan kitab itu?

Ketika Al-Qur'an berkata kita harus shalat, zakat, puasa, bahkan berjihad maka lakukanlah meski kita tak tahu mengapa kita harus melakukan itu. Karena pada hakikatnya akal kita sangatlah rendah dibanding dengan ilmu Allah.

Tapi, tunggu dulu. Bagaimana kita mengaplikasikan Al-Qur'an dalam kehidupan? Apakah kita harus mengambil kesimpulan berdasarkan pemikiran kita? Ayolah jangan bodoh, menafsiri satu kata dalam Qur'an saja kita tidak bisa. Maka, dengarlah Allah berfirman (yang artinya): "Sunnguh terdapat suri tauladan dalam diri Muhammad (SAW)"

Maka, ikutilah jejaknya. Bagaimana beliau menjalani kehidupannya, sebab istrinya sendiri berkata, "Sungguh Rasulullah (saw) adalah Al-Qur'an yang berjalan."

Tak perlu lah kita melihat Ustadz anu melakukan ini, Ustadz Fulan melakukan itu, padahal mereka bergelar Ustadz. Kita tidak perlu menghakimi orang. Yang kita perlukan hanyalah melihat Rasulullah saw, maka seketika kita akan merasa damai.

Namun, Rasulullah saw telah tiada, bagaimana kita tahu perihal kehidupan beliau saw? apakah cukup dari buku dan literatur sejarah? Sama sekali tidak.

Kita butuh seseorang yang bisa memberi tahu bagaimana Rasulullah saw menjalani kehidupannya,
seseorang yang memberi  tahu apa yang kita lakukan salah atau benar,
seseorang yang perkataannya bukan dari dirinya sendiri, tapi terus menyambung hingga ke lidah Rasulullah saw,
seseorang yang kita sebut: GURU.

Kita butuh seorang guru yang mengarahkan kepada jalan yang baik itu. Tapi berhati-hatilah memilih guru. Guru itu haruslah yang memang sampai kepada Rasulullah saw. Bukan yang belajar kepada orang-orang kafir atau yang sama sekali tak tahu agama.

Lagi-lagi kita harus memilih.

Pilihlah.

Kamis, 18 Februari 2016

Ayo Menjadi Seorang Istri :D

Hmmm, lama ya aku tak menulis. Maklum lah pengantin baru.. .😁😁😁

Sekarang aku memiliki tanggung jawab baru. Seorang istri. Wihhh, dulu aku sangat menantikan gelar ini, dan setelah mendapatkannya, barulah aku tahu betapa luar biasa posisi ini.

Suamiku bilang (gaya banget ya sekarang punya suami..), bahwa seorang wanita itu gampang banget masuk syurga nya. Tinggal kerjakan kewajiban shalat, puasa, zakat, Dan taat sama suami, maka dari pintu manapun ia bisa masuk syurga. Wahhhhhh. 

Beda dengan lelaki katanya (masih kata sang suami), mereka harus banyak beribadah. Pun ibadah itu belum tentu diterima. Belum lagi ditambah kewajiban taat sama orangtua, mendidik istri dan keluarga, hubungan sesama manusia, dan banyak lagi yang lainnya. Intinya seorang lelaki harus berusaha lebih keras untuk mendapatkan satu saja kunci syurga.

Jadi, patutlah seorang istri menjadikan suaminya nomor satu. Karena setelah menikah, ia bukan lagi milik orangtuanya, tetapi milik suaminya. Bahkan ada sebuah hadits yang mengatakan 'seandainya seorang manusia harus sujud kepada manusia lain, niscaya aku akan menyuruh seorang istri sujud pada suaminya'

Bukan hanya satu hadits yang mengatakan demikian, tapi banyak sekali. Bisa dicari di kitab2 hadits karena saya tidak hapal. Heheh. Intinya, taat pada suami (setelah menjalankan kewajiban pada Allah) adalah kunci utama wanita untuk masuk syurga. Hati-hati dengan perkataan kita pada suami saat marah, karena seringkali kita menafikkan kebaikan suami dan itu bisa menjadikan penyebab kita masuk neraka. Hayo loh!!

Eits tunggu, terus untuk wanita yang belum menikah, gimana??

Hmmm
Maaf saya tidak tahu hadits tentang wanita yang belum menikah. Artinya, ia harus senantiasa mencari celah dimana amalnya bisa diterima. Yah, sama seperti lelaki lah. Jadi kalau ingin gampang masuk syurga dan dijamin masuk dari pintu manapun, segeralah menikah, kawan!! ;)

Minggu, 10 Januari 2016

Ya, Aku SANTRI!

Ya, Aku SANTRI!
Entah karena gengsi diri atau memang cibiran halus dari tatapan mereka, tiap kali aku ditanya,  “Lagi sibuk apa?” maka aku akan tersenyum malu-malu sambil menjawab pelan,
“Belajar.” Kuharap jawabanku ini cukup, tapi ternyata tidak, mereka menuntut lebih.
“Oh, kuliah ya? Dimana?” aku menarik nafas panjang. Untuk mengucap ‘tidak, aku pesantren’ rasanya lidahku kelu sekali, maka yang keluar adalah..
“I..iya. di IPB.” kuharap mereka tak bertanya  lagi, aku tak mau berbohong lagi, ya meskipun benar bahwa aku pernah kuliah. Meski hanya dua tahun.
“Semester berapa?”
“Kapan lulus?”
“Mau kerja dimana?
HUWAAAAA!!!! Betapa tersiksanya aku dengan pertanyaan-pertanyaan ini. Aku pun terus berbohong. Ternyata berbohong itu tidak enak.
Maka aku seringkali menghindari mereka. Aku malu entah karena apa. Apakah karena teman-temanku dengan gagahnya memamerkan kesuksesan mereka dengan baju wisuda di depan gedung kampus mereka atau karena satu persatu mereka bercerita tentang bisnis mereka yang lancar? Ah entahlah, yang  jelas aku merasa kecil sekali di hadapan mereka.
Itu perasaanku selama setahun aku pesantren. Walaupun membelokkan jalan ke pesantren adalah murni keputusanku sendiri, tapi tetap saja aku tak betah di awal-awal. Kau tahu, akulah santri paling tua di pondokku. Bahkan aku lebih tua dari ustadzahku sendiri. Haha, lucu memang  jika aku menengok perjalanan masa laluku. Aku sempat menangis karena tidak betah di pesantren bahkan merengek pulang saat ibuku datang ke pondokku. Beruntung aku punya kakak yang luar biasa dan ibu yang visioner, saat itu ibuku berkata,
“Mil, mamah tidak melarangmu pulang. Kalau kau mau ikut dengan mamah, ayo. Tapi kamu tidak akan mendapat apa-apa. Jika kamu menyerah sekarang, kamu hanya akan menambah kumpulan orang gagal. Tapi kalau kamu bersabar, kamu akan mendapat buah yang manis. Bersabarlah, tak selamanya kamu di pesantren.”
Maka esoknya akupun kembali ke pondokku dijemput kakak yang baru saja menikah. Aku memutuskan bersabar. Tapi  tetap saja aku malu sebagai santri. Terkadang aku menyesali keputusanku memilih pesantren. Aku merutuki diri, kenapa aku tak menyelesaikan kuliahku saja?? Kenapa aku memilih pesantren dengan tergesa?
Tapi kini, aku baru tersadar. Betapa beruntungnya aku menjadi santri!! Kau tahu kenapa? Baiklah kawan akan kuberitahu.
SATU. Aku menjadi orang yang TAHU
Semenjak aku pesantren, banyak hal yang aku baru tahu. aku banyak berkata “Oooo...” di sini. Ooo.. ternyata shalat kayak gini, ooo... ternyata puasa begitu. Ooo.. ternyata haji gini. Dan banyak lagi ooo lainnya. Aku bersyukur mengetahuinya meski rasanya terlambat sekali karena aku sudah berkepala dua. Aku jadi menyesal, kenapa tak kupilih pesantren sedari dulu??
Kau tahu, setiap aku bertemu orang yang shalat atau wudhu asal-asalan atau ngaji dengan terbata, selain aku merasa prihatin, aku sangat bersyukur aku bisa melakukan semuanya dengan ilmu yang kudapat.
DUA.  Dijanjiin syurga oleh Allah.
Allah sudah berjanji dalam hadits yang disebutkan Rasul saw, “Siapa yang berjalan untuk mencari ilmu, Allah akan memudahkan jalannya menuju syurga.” Yang pasti ilmu yang dimaksud adalah ilmu agama, bukan? ^_^

TIGA.  Dikehendaki kebaikan oleh Allah.
Yang ini juga dari hadist Rasul saw,”Siapa yang dikehendaki kebaikan oleh Allah, maka Allah akan membuatnya faham dalam agama.” Nah, kalau Allah udah ngasih kebaikan, gak bakalan deh rugi di dunia atau akhirat.

EMPAT.  Perubahan
Banyak yang berubah sejak aku pesantren. Aku yang asalnya baik jadi tambah baik, hahah. Bercanda.
Aku menjadi sangattttt malu kalau berhadapan dengan lelaki, bahkan mendengar suaranya di telepon saja sudah ngerasa sangat berdosa. Hahah, memang terasa berlebihan ya? Tapi itulah yang kurasa semenjak aku pesantren.
Aku menutup seluruh tubuhku. Ya,sekarang aku bercadar. Dan aku merasa lebih aman. Tidak sedikit yang mengejekku, bahkan keponakanku sendiri mengatakan aku penjahat. Tapi kuanggap itu sebagai candaan saja. Toh ini yang dicontohkan oleh para salaf dahulu. Lagipula Islam memang berawal sebagai agama yang asing dan juga  akan menjadi asing di akhir zaman seperti ini.
Aku juga mulai bisa mengontrol perkataanku di depan Walid. Kalau dulu, pendapat yang menurutku benar, maka aku akan mempertahankannya meski harus berdebat dengan Walid. Kini, ya lumayan lah... J

LIMA.  Tenang.
Semenjak aku menjadi santri, tak ada yang ku risaukan lagi. Rasanya semuanya sudah  beres saat kupasrahkan pada Yang Maha Kuasa.
Dan banyak lagi yang lainnya...
Jadi sekarang kalau kamu tanya apa statusku, aku akan jawab dengan tegas,
“Aku seorang SANTRI.”