Welcome!!

Bismillahirrahmanirrahiim....

Selasa, 26 April 2016

Keluarlah!

Berapa lama kamu akan bersembunyi
Atas nama jiwa yang suci
Lalu berkata bahwa ini bukan melarikan diri

Keluarlah!
Bukankah ini mimpimu
Bersama semesta bersatu
Bukannya duduk di sudut itu
Lalu tak habis merutuki waktu

Keluarlah!
Jadilah dokter bagi daun yang gugur
Atau guru bagi semut yang tersesat dari baris teratur
Atau arsitek yang membangun sarang di tepian jalur

Keluarlah!
Lepaskan ikatan itu sekarang juga
Buatlah syurga sebelum syurga
Bukan neraka sebelum neraka!

Keluarlah!
Lalu makanlah di taman terindah
Bukan lagi di tumpukan sampah!

Keluarlah!
Kau tahu jalan pulang, bukan?

Sabtu, 09 April 2016

Negeri kedua: Singapore

Negeri ini tempat tinggal kedua bagiku. Yah walaupun aku sama sekali tak dianggap penduduk oleh negeri ini, tapi disinilah sang pujaan hati membawaku. Tanpa sempat membuat upacara perpisahan dengan keluarga dan teman-teman, kunekatkan mengikuti jejak menuju rumah yang baru. Sebuah negeri bernama: Singapore.

Negeri ini berbeda 360 derajat dari negeri tempatku dilahirkan. Kalau ada derajat yang lebih tinggi dari itu, akan kupakai sebab memang terlampau jauh berbeda! Padahal jaraknya hanya 2 jam menggunakan mesin terbang raksasa, tetapi seprerti menembus dimensi dunia lain!

Bagaimana tidak? Hal pertama kali yang membuatku merinding ialah melihat para wanita ketika turun di bandara terbaik dunia itu: hei, apakah semua wanita itu orang miskin? Kenapa mereka hanya mampu membeli celana sepersepuluh kaki? Hiyyy, bajunya saja cuma bisa menutup bagian depan wanita-wanita itu! Aku pejamkan mata sambil terus beristighfar.
" Itulah pemandangan disini setiap hari."  Ucapan pendamping hidupku itu membuatku sadar, hei aku sudah berada di negeri orang lain!

Itu belum apa-apa. Lebih mengerikan lagi ketika aku antri di immigrasi, tepat di depanku pasangan bule tengah berbincang. Dan sialnya, ketika aku melihat mereka, tahu apa yang tengah mereka lakukan? Ah, sudahlah. Aku hanya menunduk kesal sambil terus beristighfar.

Walaupun negeri ini dahulu adalah bagian dari negeri tetangga, tetapi semuanya berbeda jauh kecuali tentang makanan. Disini 80% adalah orang china. Jadi tak heran bila minuman keras dijual seperti rokok di Indonesia. Pun tak perlu heran kalau ada upacara kematian yang sangat mewah (serupa dengan acara walimah kalau di Indonesia mah), yang kalau ada yang menangisi sang mayat, maka akan dibayar (katanya sih gitu, tapi saya belum pernah coba.hehe). Tak perlu heran pula jika daging babi dijual seperti bala-bala.

Disini ada 4 bahasa yang terkenal. Bahasa inggris sebagai pemersatu, dan 3 bahasa etnis: china, india, dan melayu. Kalian pasti tahu kan aku bisa bertahan dengan bahasa yang mana 😁.

Dan yang memprihatinkan adalah kebanyakan muslim yang saya kenal belum begitu fasih membaca al Qur'an di usianya yang sudah sangat matang. Ya, aku paham. Di negeri bukan islam memang berbeda sudut pandang. Apalagi negeri ini sangat tak berperasaan. Semua harga begitu mahal sedangkan hasil bekerja tak begitu memuaskan. Tak heran pula bahwa ada banyak kasus bunuh diri disini. Tuntutan hidup membuat beberapa orangtua tak begitu menganggap penting urusan agama. Yah, akhirnya di usia yang seharusnya ia mengajari anaknya membaca al Quran, ia malah harus belar iqra terlebih dahulu.

Di tengah kegersangan rohani di negeri ini, kutemukan sebuah telaga murni. Ah, alhamdulillah, ternyata negeri ini tak mati. Ternyata ada majelis hadrah dan maulid disini, bahkan ulama-ulama sering juga berkunjung kesini. Syukurlah. Aku benar-benar bersyukur.

Kuharap para pejuang dakwah di negeri ini tak pula terkena virus mata duitan, hanya mengajar bila dibayar. Ya kuharap begitu, agar tak ada lagi yang buta agama di usia senja.