Bismillahirrahmanirrahiim..
Dua puluh tahun usiaku. Banyak yang menyangka usiaku dua
pertiga dari itu sebab perawakanku dan untuk itu aku senang, serasa awet muda.
Namun tetap saja itu tak mengubah kenyataan bahwa aku sudah menghabiskan dua
puluh tahun usiaku (lebih beberapa bulan) di dunia sebagai seorang
kamilatussyafiqoh yahya. Jejak-jejak perjalananku masih terekam dengan jelas
dalam memori di kepalaku ini. Aku sebagai anak cengeng di Taman Kanak-kanak,
anak yang manja saat Sekolah Dasar, dan manusia yang polos dan lugu hingga kini
(hhe). Dan kalau dipikir-pikir dalam masalah agama, aku lebih banyak melakukan
kesalahan daripada kebaikan. Jika Allah berlaku adil kepadaku sebagaimana
amalan duniaku, sudah barang tentu tempatku di akhirat kelak adalah neraka
sebab timbangan kiriku akan jauh lebih berat dibanding timbangan sebelah kanan.
Astaghfirullah, Allah ampuni kami, rahmatilah kami, sungguh aku tak sanggup ke
nerakaMu.. T.T
Kini aku adalah mahasiswa tingkat 2 yang baru akan memasuki
tingkat 3 di sebuah Institut di Bogor. Dalam perjalananku sebagai mahasiswa,
orientasi hidupku adalah membahagiakan orangtua. Hanya itu. Aku ingin yang
kulukis di wajah kedua orang yang mendidikku itu adalah senyuman indah.
Sayangnya orientasi ini seakan mengabur seiring berjalannya waktu, aku lebih
sering mengikuti keinginan nafsu dibanding apa yang orangtuaku harapkan. Aku
seolah-olah kehilangan orientasi itu sampai-sampai tak menyadari bahwa aku
telah menusuk-nusuk hati keduanya hingga tak ada sama sekali senyum di wajah mereka.
Tangis, itu yang kucipta.
Hingga suatu hari aku menyentuh ilmu agama, hanya pinggirnya
saja dan itu cukup untuk membuatku sadar betapa bodohnya aku selama ini. Betapa
sok pintarnya aku dengan ilmu agama yang nihil berbicara tentang agama di
hadapan teman-teman atau adik tingkat yang kukenal. Dan baru kutahu bahwa
mempelajari ilmu agama adalah fardhu ‘ain, wajib bagi setiap orang sedangkan
ilmu dunia fardhu kifayah, wajib bagi sebagian orang demi kemaslahatan bersama.
Namun nyatanya, lebih banyak mereka yang memahami ilmu dunia dibanding ilmu
agama. Lihatlah betapa majunya ilmu pengetahuan dan teknologi di dunia ini dan
betapa terperosoknya orang-orang yang mengaku muslim pada kegelapan sebab
ketidaktahuan mereka pada aturan-aturan yang ada dalam agama mereka.
Maka kusesali dua puluh tahunku yang berlalu. Mengapa tidak
kuperjuangkan keinginanku pesantren dahulu seperti kuperjuangkan keinginanku
menjadi mahasiswa? Sesalku ini tak akan terobati sebelum kupahami benar ilmu
Islam. Maka aku harus bertindak! Aku masih terhitung muda dan otakku masih
bekerja dengan baik, ingatanku pun belum terlalu buruk. Kini kau lihat sendiri,
pikiran-pikiran berkeliaran, tumpuk menumpuk.
Apakah harus
kutinggalkan kuliah untuk mempelajari agama? Ah, bukankah aku bisa belajar agama
sambil kuliah? Tidak, tidak, aku harus fokus mempelajari ilmu agama, akan sulit
kalau harus sambil kuliah. Ah, tapi bukankah tinggal dua tahun lagi kau menjadi
sarjana? Tunggulah sejenak. Tapi aku takut tak sampai usiaku dua tahun lagi
kemudian aku ditanya mengapa aku mengerjakan ibadah tanpa ilmu dan aku harus
menjawab apa pada Rabbku? Sebab aku harus kuliah demi mencari dunia yang hina??
Ahhh,,
Maka untuk orang seperti aku, yang amal shalehnya saja
sedikit, ditambah keraguan apakah amal yang sedikit itu diterima Allah atau
tidak sebab aku mengerjakan tanpa ilmu padahal banyak tempat yang menyediakan
ilmu itu, ditambah lagi banyak pemahaman keliru yang kuadopsi dan kutularkan
pada orang-orang di sekitarku, maka keputusan inilah yang kuambil.
Selamat tinggal, kawan! Do’akan aku mampu memahami ilmu
agama dengan baik.
Sesungguhnya bila kau
serahkan seluruh jiwa ragamu untuk ilmu, maka ilmu akan memberimu sebagian
darinya. (Imam Ghazali)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar