Welcome!!

Bismillahirrahmanirrahiim....

Selasa, 25 Desember 2018

Kisah Talang Rasulullah saw

Siapa yang tak kenal Sayyiduna Umar ra? Beliaulah yang syaithan saja lari terbirit mendengar langkah kakinya. Kisah keberanian, ketegasan, bahkan kelembutan Sy Umar ra sudah dikenang sepanjang masa. Dan kecintaannya pada Rasul saw jangan ditanya lagi. Beliau sungguh amat sangat mencintai Rasul saw bahkan hingga wafat pun tak ingin jauh dari Rasul saw! Masya Allah..

Kali ini saya akan angkat kisah sederhana namun menakjubkan sebagai bukti cinta Sy Umar ra pada Rasul saw..

Seorang pecinta akan terbukti benar jika ianya tak hanya menghormati orang yang dicinta namun segala hal yang berkaitan dengannya! Bahkan pohon yang pernah dilewatinya bersama sang kekasih akan mengundang air mata saat melihatnya.

Nah, bagaimana kisah Sy Umar? Resapi dalam2 makna kisah ini oke..

Suatu hari di masa kekhalifahan Umar bin Khattab, Sy Abdullah bin Abbas melewati gang kota Madinah dan merasa ada yang ganjil dengan jalan itu. Ia tengok kanan kiri atas bawah dan ya!! Ada sesuatu yang hilang disini! Ada talang yang dahulu terpasang sekarang menghilang!
Ia pun bertanya pada khalayak ramai,
"Adakah sesiapa yang tahu siapa yang menurunkan talang yang ada disini?"

Orang-orang menjawab, "Ya, kami tahu. Dialah Khalifah Umar bin Khattab."

Abdullah bin Abbas terkejut, "Umar bin Khattab?!!"

Segeralah ia berjalan menuju rumah khalifah padahal ia paling anti menuju tempat pejabat.  Diketuknya pintu khalifah dengan amat keras,

"Ya Khalifah! Wahai Umar!" Teriaknya.

Umar ra yang mendengar suara Abdullah bin Abbas pun tergesa menyambutnya. Sungguh ia mafhum bahwa ada peristiwa penting sampai Abdullah bin Abbas mau datang ke tempatnya.

"Ada apa Wahai Abdullah bin Abbas? Tak seperti biasanya engkau kesini. Pasti ini perkara yang mendesak." Tanya Umar ra

"Ya, betul sekali. Benarkah wahai Umar bahwa kau yang menurunkan talang di gang itu?" Tanya Sy Abdullah bin Abbas.

Sy Umar yang tadinya sudah takut kemudian tersenyum lega, "Duhai Abdullah bin Abbas, aku kira masalah apa. Hanya karena inikah kau datang kesini? Benar, talang itu aku yang menurunkannya."

"Wahai Umar, talang itu dipasang oleh Rasul saw!" Ucap Sy Abdullah bin Abbas

Perkataan ini langsung membuat Sy Umar berubah roman mukanya menjadi pucat pasi. "Kalau begitu, sungguh ini hal yang amat penting wahai Abdullah!" Kata Sy Umar ketakutan.

Ia segera mengambil talang yang dahulu ia turunkan untuk dipasang kembali. Sy Abdullah bin Abbas melihatnya dan berkata,
"Ya Khalifah, biarkan aku yang membawa talang itu!"

"Tidak, wahai Abdullah bin Abbas. Ini urusanku dengan Rasul saw." Tolak sy Umar.

Mereka pun  berjalan menuju gang tempat talang itu terpasang semula. Ketika dirasa tempatnya terlalu tinggi Sy Umar berkata:
"Ya Ibn Abbas, bantulah aku."

Sy Abdullah bin Abbas mengangguk lalu melangkah pergi untuk mencari tangga namun dihentikan oleh Sy Umar,
"Ya ibn Abbas kemanakah kau hendak pergi?"

"Aku hendak mencari tangga wahai Khalifah." Jawab Sy Abdullah bin abbas.

"Tidak perlu!!  Injaklah punggung Umar yang berani menurunkan talang Rasulullah ini!" Perintah Sy Umar.

Maka diinjaklah punggung khalifah itu demi mengembalikan talang yang dulu dipasang oleh Rasul saw. Masya Allah.. ini pemimpin macam apa yang mau diinjak punggungnya?!! Masya Allah.. cintanya pada Rasul saw telah membuatnya rela terhinakan..

Begitulah sang pecinta Rasul saw. Apapun yang ada kaitannya dengan Rasul saw menjadi penting walau sekedar talang!!!

Maka jika kita cinta Rasul saw, kita pasti mencintai keluarganya
Jika kita cinta Rasul saw, kita pasti mencintai shahabatnya
Jika kita cinta Rasul saw kita pasti mencintai umatnya...

Maka adakah alasan kamu membenci temanmu, mendoakan buruk saudaramu, mencaci kawanmu padahal mereka umat Rasul saw yang setiap malam Rasul saw mendoakan mereka bahkan tak rela satupun dari umatnya masuk ke dalam neraka???

Ya Allah.. anugrahkan kami cinta pada NabiMu sebenar benar cinta yang jika disebut namanya saja dapat bergetar hati kami, menangis mata kami sebab rindu, bertambah dan terus bertambah cinta kami.. kabulkan ya Allah...

Aamiinnnnnnn...

Jumat, 21 Desember 2018

Cinta agung shahabat Rasul saw

Namanya Zaid bin Datsinnah. Shahabat yang sungguh sangat mencintai Rasul saw. Sungguh, jika kau sedetik saja bersama Rasul saw, akan kau rasakan cinta yang luar biasa memenuhi hatimu. Rindu tak terkira selalu ingin bertemu. Lalu bagaimanakah dengan shahabat yang setiap saat mendengar sabdanya yang mulia, duduk bersama Rasul saw dan memandang wajah yang tak boleh dilukiskan sangking sempurnanya itu???

Tentu saja cinta dan rindu shahabat tiada dua. Zaid bin Datsinnah adalah salah satunya, sungguh indah kisahmu duhai pecinta Rasul saw!!!

Suatu hari beberapa utusan dari daerah dekat Makkah menghadap Rasul saw dan meminta beberapa orang untuk berdakwah di daerahnya. Tentu saja Rasul saw menyambut baik permintaan ini. Maka, dikirimlah beberapa shahabat Rasul saw yang terpilih. Zaid bin Datsinnah salah satunya.

Di tengah perjalanan, ternyata utusan itu berteriak,
"Ya Bani Hudzail!! Yaaa bani Hudzail!!!"

Lalu keluarlah ratusan orang bersenjata lengkap mengerumuni mereka. Para shahabat yang melihat keadaan ini sadar: mereka tengah dijebak! Mereka dikhianati!

Tapi apakah mereka takut? TIDAK! Bahkan mereka mengeluarkan pedang mereka dengan gagah berani tanda siap berperang. Sebenarnya Bani Hudzail hanya ingin menawan mereka, tapi shahabat tak rela menyerah pada kaum kafir.

Maka terjadilah pertempuran yang sangat amat tidak seimbang itu. Beberapa shahabat syahid, hanya 3 yang ditawan. Ya, Zaid bin Datsinnah salah satunya. Kisah Zaid saja yang saya angkat kali ini.

Zaid pun dibawa ke Makkah dan dijual sebagai budak. Shafwan bin Umayyah yang ayahnya terbunuh di perang Badar segera membelinya untuk balas dendam. Zaid dibeli hanya untuk dibunuh!!!!

Segera setelah dibeli, dibawalah Zaid ke suatu padang lalu diikat tangan dan kakinya. Ia tak diberi makan ataupun minum. Anggota tubuhnya disiksa satu persatu. Banyak kaum kufar yang melihatnya dan menyuruhnya kembali pada Latta dan Uzza agar dapat bebas. Namun iman Zaid lebih mahal dari patung2 itu. Ia tak pedulikan tawaran mereka semua.

Lalu Abu Sufyan (masih kafir) mendekatinya seraya memberikan penawaran:
"Ya Zaid, maukah kiranya kugantikan Muhammad di posisimu dan engkau kembali pada keluargamu dengan senang hati?"

Zaid yang telah amat lemah itu lalu mengumpulkan kekuatannya untuk mendongak dan menatap Abu Sufyan dengan garang:

"Cissss!!! Engkau wahai Abu Sufyan! Aku sungguh tidak rela sebatang duri pun menyakiti Rasulullah sementara diriku asyik berkumpul bersama keluargaku!"

Mendengar jawaban Zaid, Abu Sufyan geleng kepala sambil berkata:
"و الله ما رايت احدا يحب احداكحب اصحاب محمد محمدا"
"Demi Allah!! Tak pernah aku tengok seseorang mencintai orang lain seperti shahabat Muhammad mencintai Muhammad!!"

Lalu dihunuskan tombak pada Zaid sang pecinta Rasul saw dan syahidlah ia...

Sebelum syahid ia berkata:
"Ya Allah.. sampaikan salamku pada NabiMu!"

Di Madinah, dengan sedih, Rasul saw pun menjawab salamnya...

Masya Allah!!!! Duhaiiiii pecinta Rasul saw! Betapa agung cintamu itu! Dapatkah kami berbicara seperti ucapanmu saat raga dan jiwa kami disiksa sedemikian? Jauhhhhhhh... duhaiii jauhhhnyaaa cintamu dan cinta kami....

Ya Allah... anugrahkanlah kami cinta pada RasulMu sebenar cinta.. yang menumbuhkan keberanian.. yang membuahkan rela berkorban jiwa raga...

Ya Allah... cintakan kami pada RasulMu... seperti cinta Zaid bin Datsinnah.. cinta yang menyambungkan hati kami dengan RasulMu, sehingga salam kami pun dijawab oleh RasulMu...

Aamiinnnn
Aamiinnnn
Aamiinnnn

Jumat, 14 Desember 2018

Ketika pecinta rasul saw masuk syurga

Namanya Tsauban. Shahabat yang amat sangat mencintai rasul saw. Setiap hari dia berkhidmah pada Nabi saw. Dan adalah kenikmatan terbesar baginya jika dapat melihat wajah baginda saw.

Jadi bila ia telah selesai melaksanakan tugas, segera ia kembali untuk memandang wajah rasul saw. Itulah kenikmatan terbesar baginya. Tiada satu hari pun berlalu kecuali ia harus bertemu rasul saw, memandang wajah mulianya.

Duhai sungguh nikmatnya hidupmu, ya Tsauban!!! Sungguh beruntung matamu!!

Hingga suatu hari Rasul saw memberi kabar gembira padanya dengan syurga! Kabar ini kalau disampaikan pada kita.. kiranya apa reaksi kita?? Sujud syukur? Bahagiaaaaa tak terkira bahkan sampai gelar syukuran sekampung kah? Mungkin itulah kelas kita.

Lalu bagaimana reaksi Tsauban sang pecinta rasul saw ini?
Bukannya bahagia, ia malah bermuram durja. Wajahnya tak lagi menampakkan kebahagiaan. Makanan sulit untuk ia makan. Minum pun enggan. Ia menjadi amat sangat sakit.

Kabar ini didengar oleh Rasul saw. Maka tanpa menunggu lama, Rasul saw segera menjenguk Tsauban di rumahnya. Dan benarlah, Tsauban kurus kering tak ada semangat hidup.

"Ya Tsauban apa yang telah terjadi padamu?" Tanya Rasul saw.

"Ya Rasul, aku telah diberi kabar gembira tentang syurga." Jawab Tsauban.

"Bukankah itu hal yang baik wahai Tsauban?" Tanya Nabi saw.

"Betul duhai Rasul, namun setelah diberi kabar itu aku baru sadar ya Rasul bahwa aku akan mati... selama ini aku begitu menikmati hidupku dengan memandang wajahnu setiap hari. Namun, setelah tahu aku akan mati aku tersadar.. jikalaupun aku masuk syurga.
Maka aku adalah manusia biasa sedangkan engkau seorang rasul.. dimanakah syurgaku dan dimanakah syurgamu ya Rasul..
Dapatkah kupandang wajahmu kelak ya Rasul..
Dapatkah aku setiap hari mengunjungimu?"

Pikiran itulah yang membuat Tsauban jatuh sakit. Bahwa ia rasa tak boleh melihat Rasul saw di syurga. Dia tak peduli bidadari cantik! Tak pula makanan dan layanan syurga!! Tak ada nikmat syurga bila tak boleh berjumpa Rasul saw!!!

Ya Allah... cintakan kami pada RasulMu dengan sebenar cinta..
Rindukan kami padanya dengan sebenar rindu..
Kumpulkan kami sebagai pecinta Rasul saw dan yang dicintai pula olehnya...
Aamiin...

Selasa, 16 Oktober 2018

Ketika pecinta Rasul saw bermaksiat

Apakah pecinta Rasul saw bisa maksiat?
Hmmm...
Ada kisah menarik tentang ini, yang mau baca silahkan.. ❤❤❤

Namanya Tsa'labah bin Abdurrahman. Ia masih kecil. Umurnya belasan tahun saja. Tetapi cintanya yang besar pada Rasul saw membuatnya rela menyerahkan dirinya untuk Rasul saw. Ya, ia termasuk anak2 yang berkhidmat pada Rasul saw.

Tsa'labah selalu tidur di bagian masjid nabi saw yang jika ia bangun dapat dengan langsung melihat wajah Baginda saw. Ia ingin yang pertama dilihat matanya saat bangun adalah wajah Rasul saw...
Betapa besar cinta Tsa'labah hingga ia tak pernah mengingkari perintah Nabi saw.

Jika diberi perintah oleh Rasul saw ia selalu tergesa2 dan kembali dengan cepat. Para shahabat bertanya,
"Ya Tsa'labah mengapa kau terburu-buru seperti itu?"

Dengan senyum riang khas anak kecil ia menjawab,"Aku tak sabar melihat wajah Rasulullah saw"

Maka ia terkenal sebagai pemuda riang yang wajahnya selalu dihiasi senyum. Apalagi setelah berjumpa Rasul saw, maka ianya semakin terlihat senang.

Suatu hari Rasulullah saw memberi tugas kepadanya, dan seperti biasanya dengan segera ia pergi melaksanakan tugas itu. Kali ini ia harus berjalan ke kota Madinah.

Kota Madinah zaman dahulu bangunannya tak semegah hari ini. Bahkan beberapa rumah pintunya hanyalah pelepah kurma. Sungguh sangat sederhana.

Ketika Tsa'labah melewati gang2 kota Madinah, angin berhembus kencang sehingga pintu pelepah kurma itu tersingkap dan menimbulkan suara yang berisik.

Refleks, Tsa'labah menengok ke sumber suara, dilihatnya pintu sebuah rumah tersingkap dan di dalamnya seorang gadis (maaf) tengah mandi. Ia pun segera memalingkan mukanya. Sungguh ia tak sengaja melihatnya, itu pun hanya sekilas. Sebenarnya bukanlah dosa baginya.

Tetapi pemuda yang hatinya penuh dengan cinta pada Rasul saw ini langsung ketakutan. Wajahnya berubah pucat.

*duhai mata kau tak layak lagi melihat Rasul saw!!*
Teriak hatinya...
Ia takut dan malu untuk kembali pada Rasul saw. Ia putuskan untuk pergi. Entah kemana kakinya melangkah. Ia hanya tak ingin Rasul saw mengetahui hal yang dianggap dosa besar baginya.

Sementara itu, Rasul saw yang menunggu Tsa'labah tak menemuinya di masjid. Maka bertanyalah Rasul saw pada shahabat:
"Apakah ada Tsa'labah?"
Shahabat menjawab:
"Tidak ada ya Rasul!"

Setiap selesai shalat Rasul saw menanyakan perihal Tsa'labah. Dan jawabannya selalu sama: tidak ada.
Setelah lima waktu shalat tak ditemui Tsa'labah, Rasulullah saw berkata pada Umar ra dan Salman ra:
"Pergilah kalian diantara dua bukit itu dan bawalah Tsa'labah padaku!"

Umar dan Salman ra segera melaksanakan perintah Rasul saw. Ketika sampai di tempat yang ditunjukkan Rasul saw, tak ditemui seorang pun disana. Mereka memutuskan menunggu sebab Rasul saw pasti berkata benar. Tak lama kemudian..

Tak lama kemudian ada segerombolan domba datang dan di belakang mereka penggembalanya. Mereka putuskan bertanya pada sang penggembala
"Pak, apakah bapak tahu seorang anak di sekitar sini?"

"Banyak anak disini. Tolong sebutkan cirinya." Kata sang penggembala

"Dia anak belasan tahun, jika berjalan tergesa-gesa. Wajahnya riang dan selalu tersenyum." Sy Umar menjelaskan.

"Hmm.. ada anak yang jalannya tergesa tetapi dia sangat cengeng. Dia mudah sekali menangis." Jawab sang penggembala.

Meski ragu, sy umar dan salman memilih untuk mencari tahu pemuda yang dimaksud penggembala, "dimanakah kami bisa menemukan dia Pak?" Tanya shahabat.

"Kalian tunggulah disini. Setiap petang ia akan kesini lalu meminum susu yang kuberikan lalu kembali ke atas bukit. Tetapi bersembunyilah kalian sebab ia akan lari jika bertemu orang lain." Perintah sang penggembala.

Mereka menuruti ucapan penggembala, sambil bersembunyi mereka mengamati sekitar.
Dan ternyata benar, ada seorang pemuda yang turun. Badannya kuruss sekali. Wajahnya sangat muram. Ia berjalan smbil menangis. Ia meminum susu dari penggembala. Saat diperhatikan, shahabat yakin itulah Tsa'labah!

"Ya Tsa'labah bin Abdurrahman!" Panggil sy Umar.

Pemuda itu menoleh, tanda bahwa memang dialah Tsa'labah!

Sy Umar dan Salman segera menangkapnya sebelum Tsa'labah pergi.
"Biarkan aku pergi!" Ucap Tsa'labah.
"Ya Tsa'labah, apa yang terjadi denganmu? Rasul mencarimu!" Kata sy Umar.
"Rasul mencariku? Apakah turun wahyu yang mengatakan bahwa aku tak diampuni?" Tsa'labah semakin takut. Ia menangis kuat.
"Tidak wahai Tsa'labah, Rasul ingin berjumpa denganmu.." jawab shahabat.
"Tidak.. tidak.. sungguh mata ini tak layak melihat Rasul!" Tsa'labah terus menangis.

Meski meronta, namun Tsa'labah tak lagi punya kekuatan untuk melawan shahabat. Ia dinaikkan paksa ke atas kendaraan untuk dibawa pulang ke Madinah. Sepanjang perjalanan ia hanya menangis dan menangis sehingga tubuhnya semakin lemas bahkan tak mampu lagi berdiri.
Melihat kondisi fisik Tsa'labah yang lemah, shahabat memutuskan untuk memulangkannya ke rumah ibunya terlebih dahulu. Lalu mereka pun menghadap Rasul saw.
"Mana Tsa'labah?" Tanya Rasul saw pada shahabat yang datang tanpa Tsa'labah.
"Ia di rumah ibunya wahai Rasul. Dia sakit. Apakah kami harus membopongnya kemari?" Tanya shahabat.

"Tidak. Bahkan aku yang lebih wajib mendatanginya. Aku akan pergi ke rumah Tsa'labah." Jawab Rasul saw

Rasul saw pun pergi ke rumah Tsa'labah. Tentu saja keluarga Tsa'labah mempersilahkan Rasul saw masuk dengan senang hati.

Namun, Tsa'labah sama sekali tak berani melihat Rasul saw..

Hatinya penuh ketakutan. Ia hanya terbaring lemas di pembaringannya tanpa menoleh pada Rasul saw.
Rasul saw duduk di samping Tsa'labah lalu mengangkat kepala Tsa'labah dan diletakkannya di paha Rasul saw.

Tsa'labah menolak, ia turunkan kepalanya dari paha mulia Rasul saw. Namun Rasul terus mengangkat lagi kepala Tsa'labah ke pahanya sambil berkata,
"Ya Tsa'labah.. apa yang terjadi padamu?"

"Duhai Rasul, tak lah aku pantas berbaring di pahamu. Aku sungguh hina ya Rasul. Mata ini tak pantas melihatmu. Aku berdosa..." jawab Tsa'labah sambil menangis.

"Tenanglah dan ceritakan kisahmu wahai Tsa'labah." Rasul saw berkata lembut.

Tsa'labah pun menceritakan kisahnya. Ia bercerita sambil kepalanya berbaring di paha Rasulullah saw!! (Betapa beruntungnya engkau duhai Tsa'labah!)

"Tenanglah. Dan pandanglah aku. Engkau sama sekali tidak hina." Ucap Rasul saw.

Tsa'labah yang memang rindu melihat Rasul saw, kemudian memandang Rasul saw sambil bertanya,
"Apakah Allah mengampuniku duhai Rasul?"
"Tentu saja ya Tsa'labah." Jawaban Rasul saw membuat Tsa'labah tenang dan mampu tersenyum kembali.

Tak lama kemudian Tsa'labah berkata:

"Ya Rasul, aku merasa ada yang merayap antara tulang dan dagingku."

"Itulah sakaratul maut wahai Tsa'labah." Jawab Rasul saw.
"Ikutilah ucapanku ya Tsa'labah..
اشهد ان لا اله الا الله.. و اشهد ان محمد رسول الله..."
Tsa'labah mengikuti ucapan Rasul saw dengan tenang.. lalu paha Rasul saw terasa semakin berat dan tak lama kemudian tak ada lagi suara yang keluar dari mulut Tsa'labah. Ia pergi menghadap Allah di bawah pangkuan Rasul saw!!

Bahkan Tsa'labah dituntun langsung oleh Rasul saw saat mengucap syahadat terakhirnya! Tidak.. ia tak sama sekali merasakan sakit sebab kekasihnya yang menemaninya di ujung hayatnya. Sungguh kenikmatan bersama Rasul saw telah membuatnya lupa sakitnya sakaratul maut...

Lalu setelah meninggal, Rasul saw sendiri yang memandikannya. Beliau saw jg yang mengkafaninya, Bahkan turut membawanya ke liang kubur!!! Masya Allah.. Duhai Tsa'labah.. betapa beruntungnya dirimu! 😭😭😭

Ketika dalam perjalanan menuju kubur, Rasul berjalan dengan berjinjit. Padahal jalanan masih luas, shahabat pun bertanya:
"Ya Rasul mengapa kau berjalan seperti itu?"

"Sungguh para Malaikat berdesakan turun dari langit untuk mengantarkan jasad Tsa'labah. Sehingga jalanan ini penuh dengan malaikat." Jawab Rasul saw.

Itulah akhir hidup sang pecinta Rasul saw...

Tidak mungkin pecinta Rasul saw menikmati maksiat. Sebab hatinya penuh dengan kerinduan pada Rasul saw. Dan apakah pantas bertemu Rasul saw sedangkan diri berlumur maksiat??
نستغفر الله....
Ya Allah... cintakan kami pada Rasulmu sebenr2 cinta yang membuat kami malu bermaksiat pada Mu..
Hadirkan Rasul saw ketika sakarat kami ya Allah..
Hadirkan Rasul saw ketika malaikat menanyai kami ya Allah..  dengan begitu tenanglah hati kami.. nikmatlah akhir hidup kami.. 🤲🏻🤲🏻🤲🏻🤲🏻😭😭😭😭😭😭

Rabu, 09 Mei 2018

Sebuah Cerita

Ini adalah cerita tentang pengalaman hidup matiku. Ketika aku melihat kematian di pelupuk mata. Berlebihan mungkin. Tapi begitulah adanya.

Sore itu perutku sakit, lalu aku keluhkan pada mamah. Mamah menyarankanku segera ke bidan karena memang sudah waktunya aku bersalin. Maka kami pun meluncur ke bidan di daerah sukup baru, tempat anak pertamaku lahir.

Sesampainya disana, kami disarankan pulang sebab ternyata baru akan pembukaan, diperkirakan jika tidak tengah malam, mungkin besok pagi. Kami pulang lagi sebab aku tak mau bermalam di bidan sendirian.

Tak selang berapa lama setelah adzan maghrib, perutku benar-benar sakit sampai tak kuat aku menahan tangis. Mamah yang melihatnya segera ambil tindakan, meminta tolong adikku memanggil jasa angkutan online untuk kembali ke bidan. Sekali lagi aku dibawa ke bidan, kali ini bersama adik dan ayah saya sebab mamah harus menjaga anak pertamaku.

Sesampainya di bidan, ternyata aku sudah pembukaan 4. Diperkirakan jam 10 malam aku melahirkan. Tetapi Allah yang punya Kuasa, setelah adzan isya, tak mampu lagi aku menahan rasa. Bayi pun keluar dengan lancarnya. Alhamdulillah.

Aku lega sekali. Ahh.. tinggal menunggu beberapa menit lagi saja untuk dijahit.. Tetapi ternyata tidak begitu kawan! Plasenta bayiku belum keluar! Tanpa izin dariku bidan memasukkan tangannya untuk mengeluarkan plasenta yang lengket. Sekali. Dua kali. Tiga kali.

"Aduh sakit.." keluhku
"Neng mau masuk rumah sakit?"  Kujawab pertanyaan bidan dengan gelengan kepala. "Kalau gitu, tahan ya!"

Kutahan rasa sakit tiap kali bidan berusaha mengeluarkan plasenta itu. Darah sudah keluar banyak sekali, dapat kurasakan hangatnya membasahi bajuku.

"Pasang infus!"  Titah bidan pada bawahannya.

Aku segera dipasangkan infus. Setelah terpasang, bidan kembali berusaha mengeluarkan plasenta. Kali ini bidan membaca segala do'a. Di titik ini aku tersadar, ini situasi gawat! Barulah terpikir olehku,  bagaimana bila ini akhir hayatku? Lisanku refleks mengucapkan shalawat. Ya Allah, dengan berkat nabiMu, mudahkanlah! Begitu teriakku dalam hati.

"Coba pesan mobil. Kita bawa ke rumah sakit." Bidan yang telah kelelahan itu berkata. Aku semakin memperbanyak shalawat. Allah... tolonglah aku!

Menunggu mobil, bidan kembali berusaha mengambil plasenta lagi. Sakit sekali. Selang beberapa lama, bidan berteriak lega:

"Neng, gak usah pesan mobil. Alhamdulillah udah bisa." 

Aku sangat bersyukur mendengarnya. Allah masih memberiku nikmat besar. Segera teringat segala dosaku. Pada suami. Pada mamah. Pada walid. Pada semua orang. Jikalau bukan karena rahmat Allah, entah apa yang terjadi padaku yang banyak dosa ini.

Perjuangan menjadi ibu tidak berhenti saat melahirkan. Walaupun dengan melahirkan yang penuh rasa sakit saja sudah cukup sebagai dalil wajib berbakti pada ibu, tetap saja kuberitahu padamu. Perjuangan ibu tidak berhenti disitu. Ia masih harus menahan sakit setelah melahirkan. Masih harus mengurus bayi yang baru lahir. Masih harus mendidiknya. Masha Allah. La haula wa la quwwata illa billah.

Kuingin menutup tulisan ini dengan satu kata:

Alhamdulillah.

Senin, 23 April 2018

Baru dua anak

Kamu,
Baru dua anak mengeluh tak habis
Tentang jatah tidur yang menipis
Atau sulitnya meredam tangis

Kamu,
Baru dua anak berasa sulit
Berasa hidup paling pahit
Hanya tergores senyum sedikit

Padahal

Kamu,
Sudah punya dua tabungan akhirat
Bila kau hias mereka dengan akhlak
Kau kenalkan pada junjungan nabi Muhammad

Kamu,
Punya dua bidadari dunia
Yang tak henti mencipta bahagia
Dengan tingkah dan pola laku mereka

Lalu mengapa tak bersyukur?