Welcome!!

Bismillahirrahmanirrahiim....

Rabu, 09 Mei 2018

Sebuah Cerita

Ini adalah cerita tentang pengalaman hidup matiku. Ketika aku melihat kematian di pelupuk mata. Berlebihan mungkin. Tapi begitulah adanya.

Sore itu perutku sakit, lalu aku keluhkan pada mamah. Mamah menyarankanku segera ke bidan karena memang sudah waktunya aku bersalin. Maka kami pun meluncur ke bidan di daerah sukup baru, tempat anak pertamaku lahir.

Sesampainya disana, kami disarankan pulang sebab ternyata baru akan pembukaan, diperkirakan jika tidak tengah malam, mungkin besok pagi. Kami pulang lagi sebab aku tak mau bermalam di bidan sendirian.

Tak selang berapa lama setelah adzan maghrib, perutku benar-benar sakit sampai tak kuat aku menahan tangis. Mamah yang melihatnya segera ambil tindakan, meminta tolong adikku memanggil jasa angkutan online untuk kembali ke bidan. Sekali lagi aku dibawa ke bidan, kali ini bersama adik dan ayah saya sebab mamah harus menjaga anak pertamaku.

Sesampainya di bidan, ternyata aku sudah pembukaan 4. Diperkirakan jam 10 malam aku melahirkan. Tetapi Allah yang punya Kuasa, setelah adzan isya, tak mampu lagi aku menahan rasa. Bayi pun keluar dengan lancarnya. Alhamdulillah.

Aku lega sekali. Ahh.. tinggal menunggu beberapa menit lagi saja untuk dijahit.. Tetapi ternyata tidak begitu kawan! Plasenta bayiku belum keluar! Tanpa izin dariku bidan memasukkan tangannya untuk mengeluarkan plasenta yang lengket. Sekali. Dua kali. Tiga kali.

"Aduh sakit.." keluhku
"Neng mau masuk rumah sakit?"  Kujawab pertanyaan bidan dengan gelengan kepala. "Kalau gitu, tahan ya!"

Kutahan rasa sakit tiap kali bidan berusaha mengeluarkan plasenta itu. Darah sudah keluar banyak sekali, dapat kurasakan hangatnya membasahi bajuku.

"Pasang infus!"  Titah bidan pada bawahannya.

Aku segera dipasangkan infus. Setelah terpasang, bidan kembali berusaha mengeluarkan plasenta. Kali ini bidan membaca segala do'a. Di titik ini aku tersadar, ini situasi gawat! Barulah terpikir olehku,  bagaimana bila ini akhir hayatku? Lisanku refleks mengucapkan shalawat. Ya Allah, dengan berkat nabiMu, mudahkanlah! Begitu teriakku dalam hati.

"Coba pesan mobil. Kita bawa ke rumah sakit." Bidan yang telah kelelahan itu berkata. Aku semakin memperbanyak shalawat. Allah... tolonglah aku!

Menunggu mobil, bidan kembali berusaha mengambil plasenta lagi. Sakit sekali. Selang beberapa lama, bidan berteriak lega:

"Neng, gak usah pesan mobil. Alhamdulillah udah bisa." 

Aku sangat bersyukur mendengarnya. Allah masih memberiku nikmat besar. Segera teringat segala dosaku. Pada suami. Pada mamah. Pada walid. Pada semua orang. Jikalau bukan karena rahmat Allah, entah apa yang terjadi padaku yang banyak dosa ini.

Perjuangan menjadi ibu tidak berhenti saat melahirkan. Walaupun dengan melahirkan yang penuh rasa sakit saja sudah cukup sebagai dalil wajib berbakti pada ibu, tetap saja kuberitahu padamu. Perjuangan ibu tidak berhenti disitu. Ia masih harus menahan sakit setelah melahirkan. Masih harus mengurus bayi yang baru lahir. Masih harus mendidiknya. Masha Allah. La haula wa la quwwata illa billah.

Kuingin menutup tulisan ini dengan satu kata:

Alhamdulillah.

1 komentar:

  1. Masya Allah mil...
    Perjuangan seorang ibu sungguh luar biasa.
    Sehat sehat selalu ya mila dan keluarga

    BalasHapus