Welcome!!

Bismillahirrahmanirrahiim....

Senin, 28 Januari 2013

Cinta Muhammad untuk Yesus

Buka-buka file,, ini cerpenku zaman lawas.. haha
silahkan menikmati.. :D



Aku sudah pernah mendengar cerita tentang Romeo and Juliete sedari dulu. Bahkan karena kegemaranku membaca, Laila Majnun hingga Taj Mahal sudah kulahap habis. Cinta, katanya mampu membuat orang gila, rela melakukan apapun deminya. Aku tidak percaya sama sekali. Atas dasar apa seorang meninggalkan keluarganya hanya demi orang yang baru datang dalam hidupnya?  Namun, aku termakan ucapanku sendiri, seperti hewan yang memakan kotorannya sendiri.
Aku jatuh cinta. Dalam kesendirian, aku memikirkannya. Bahkan saat ramai pun aku masih mengingatnya. Ah, cinta, mengapa kau menyiksaku dalam permainanmu?
“Biarkan aku menyentuhmu sekali saja. Aku berjanji akan menikahimu.” Ujar lelaki itu. Dia yang hadir mengisi relung hatiku. Aku takut. Tak kah kau lihat jilbab lebarku? Aku tak pernah sekalipun menyentuh lelaki yang bukan muhrim, tapi saat ini aku begitu bingung. Aku takut kehilangan cintanya. Tapi bukankah ini dosa? Ah, cinta..
Aku mengangguk, dan ia memegang tanganku. Aku tersenyum, tapi hatiku menangis. Saat ingin kulepas tanganku, ia mengecupnya! Aku tak kuasa menolaknya. Tersenyum sesaat, lalu pergi..
Percayakah kau bila kukatakan bahwa yang barusan berbuat nista itu aktivis dakwah? Kau harus percaya, karena aku pun teman seperjuangannya, dalam dakwah kampus kami.
“Kak, apakah ini bukan dosa?” tanyaku saat ia memintaku untuk pacaran, namun ia samarkan istilahnya menjadi taaruf.
“Semoga tidak, karena niat kita untuk beribadah, de. Pada akhirnya insya Allah kita akan menikah, percayalah pada kakak. “ Senyum dan ketegasannya membuatku mempercayakan hatiku padanya.
Aku memang sudah lama menyimpan benih cinta ini padanya semenjak aku melihat sepak tejangnya di dakwah kampus. Ia tak pernah mengenal lelah, bahkan saat orang lain istirahat, ia terlihat tetap sibuk. Ia rela mengorbankan waktu dan biaya demi dakwah yang dicintainya. Padahal, kudengar ia adalah mualaf, lahir dari keluarga nasrani yang taat. Sudah sebulan lalu ia menyandang status muslim, dan semenjak itu Jonathan tidak pernah terdengar lagi di kampus, karena namanya telah diganti menjadi nama yang begitu mulia: Muhammad.
Pernah kutanyakan mengapa ia begitu bersemangat untuk memperjuangkan dakwah kampus , padahal ia baru saja masuk Islam.
“Karena aku ingin mereka merasakan indahnya islam seperti yang kurasakan. “ Tegasnya. Ah, betapa ia sempurna di mataku!
Dan kini, sudah enam bulan kami pacaran. Tentu sembunyi-sembunyi, gawat kalau sampai teman-teman tahu apa yang kami lakukan. Banyak yang telah kami lewati bersama. Saat libur semester, aku pura-pura pulang ke kampung halaman, padahal jalan-jalan bersama Muhammad. Berkeliling di sekitar kebun raya, dan saling memandang penuh cinta. Kalau dia sedang luang, sering ia meneleponku berjam-jam, dan aku harus memastikan kamarku terkunci rapat, agar keluargaku tidak mendengar percakapanku denganya. Ah, betapa bahagianya kami... aku ingin segera dipinang olehnya, agar kami tak perlu lagi bersembunyi seperti ini.
“Kak, kapan kita menikah?” tanyaku saat kami tengah berduaan di rumahku. Kebetulan keluargaku sedang pergi menengok kakek yang sakit.
“Adek maunya kapan?” Tanyanya setengah bercanda.
“Adek ingin secepatnya, Kak. Adek gak mau sembunyi-sembunyi terus kayak gini” Aku menghela napas dalam-dalam sambil menunduk.
“Dek..” ujarnya lembut. “Coba liat kakak” aku menatap matanya yang indah. Ia memegang tangaku kemudian mengatupkan di dadanya.
“Adek sayang sama kakak?” tanyanya. Aku mengangguk pasti.  “Kakak pasti menikahi adek. Percaya kan sama kakak?” lagi-lagi kata ini yang ia ucapkan setiap kali kuminta ia mengkhitbahku.
“Adek percaya kak. Tapi kapan kakak akan menikahi adek?” aku sudah benar-benar tak kuat. Apalagi kemarin hubungan kami sempat tercium lembaga dakwah kampus kami. Untung saja tidak ada bukti yang bisa menyatakan kami pacaran, sehingga kami terbebas. Belakangan ini, aku juga merasa munafik. Sebab aku juga mengajari adikku tentang Islam dan dengan tegas melarangnya pacaran. Ah, padahal aku sendiri berpacaran!
Muhammad memandangku dalam-dalam. Aku melihatnya. Wajahnya cukup tampan, meskipun matanya sipit seperti keluarga tionghoanya, tapi hidung mancung dan bibir tipisnya cukup untuk melukis wajahnya menjadi sedemikian indah. Aku sangat takut kehilangan dia. Aku mencintainya, seperti cinta Qais yang membuatnya majnun, seperti itulah aku saat ini.
“Kakak akan melamarmu malam ini, apakah kau bersedia?” Muhammad berkata mantap.
“Benarkah? Kakak tidak bohong kan?”  ia mengangguk, hatiku berbunga-bunga.
“Dimana orangtuamu? Biar kita saja yang menghampiri mereka. Semoga mereka mau menerimaku sebagai menantunya.”
Aku senang sekali. Ternyata janji Muhammad bukanlah janji palsu seperti yang kukhawatirkan. Tak sadar, aku memeluknya erat.
Malamnya, kami pergi ke rumah kakek. Dan tak disangka-sangka, orangtuaku menerimanya dengan baik, bahkan kakekku juga turut bahagia menyambutnya. Keluargaku tak peduli masa lalu Muhammad, mereka sangat tersanjung dengan cerita Muhammad dan aktivitas dakwahnya di kampus. Mereka meminta kami bersegera menikah. Meskipun kakak baru saja menyelesaikan studinya, tapi ia sudah punya pekerjaan di perusahaan asing Jakarta. Ia memang pintar dan tekun, belum saja lulus sudah banyak perusahaan yang memintanya bergabung. Maka dari itu, orangtuaku meminta kami segera melangsungkan pernikahan, karena tak ada yang perlu kami khawatirkan lagi.
Bulan selanjutnya, kami sudah menjadi suami-istri. Dan aku merasa jadi orang yang paling bahagia sedunia! Bayangkan, suamiku tak pernah bosan untuk membawakan sekuntum mawar bersama ucapan sayang setiap kali pulang kerja. Ia bahkan selalu menyanjungku dimanapun kami berada. Dan meskipun aku tak terlalu pandai masak, ia selalu mengatakan bahwa masakanku adalah masakan terlezat sedunia! Sungguh, aku tak pernah menyesal menikahinya.
Sebulan berlalu, dan kandunganku menyempurnakan segalanya. Ya, aku hamil! Suamiku makin menjadi sayangnya. Ia tak pernah membiarkanku letih. Ia tak pernah absen menemaniku cek kehamilan tiap bulan, bahkan pada waktu aku merasa kelahiran anak kami sudah tiba, ia rela membatalkan seluruh perjanjian dan cuti kerja!
“Abi gak kerja?” tanyaku pada Muhammad yang kupanggil Abi semenjak kami menikah.
“sssttt!” ia menutup mulutku. “Kau lebih penting.” Mengerjap centil padaku. Dan aku tersenyum bahagia. “Aku tak sabar melihat anak kita, Umi..” ujarnya.
Sempurnalah hidup kami. Dan waktu pun berlalu. Anak kami sudah berusia satu tahun saat tiba-tiba kupergoki suamiku tengah berdo’a. Tak masalah dengan do’anya, tapi kau lihat dia? Berdo’a dengan cara nasrani?!
“A... Abbii..” tegurku, ia melirikku. “Apa yang Abi lakukan?”
“Dengarkan Aku, Rena.” Baru kali ini aku mendengarnya memanggil namaku langsung semenjak pernikahan kami. “Semalam aku bermimpi bertemu Tuhan Yesus.” Aku tersentak! Yesus??? “Setelah bertahun-tahun Dia meninggalkanku, dia datang kembali. Ia mengingnkan aku untuk kembali pada jalanNya.” Ia berkata tanpa beban.
“Abi, jangan bertindak bodoh! Ini bukan dirimu!!” aku menangis. Mengapa ia tiba-tiba ingin kembali ke agamanya?
“Ini adalah jalan yang benar, Rena. Ikutlah bersamaku.” Ia agak keras.
“Tapi...”
“Kalau kau tidak mau ikut, biarkan Rizki bersamaku.” Dia meginginkan anak kami untuk menjalankan agama bersamanya?
“Abi..” Aku menangis lebih keras.
“Ikutlah bersamaku ke Riau. Percayalah padaku, seperti sebelumnya kau percaya padaku. Aku ingin kita berkumpul sebagai keluarga lagi di syurga Tuhan.”
......
Satu bunga syurga telah gugur.

Kamilatussyafiqoh

Tidak ada komentar:

Posting Komentar