Bogor,
19 Desember 2011
Kawan, rindukah kau padaku? Sungguh aku
merindukanmu. Aku benar-benar rindu, rindu tak tertahankan. Aku rindu
mengungkap kisah hidupku yang kadang tidak terlalu penting bagimu. Aku rindu menari
di atas keyboard yang kadang sampai berapi-api. Rindu. Benar-benar rindu.
Adakah kau merinduku, kawan?
Aku sudah sangat lama tidak merangkai huruf
menjadi kata dan kata menjadi kalimat, lalu kadang ia meresap ke dalam kalbu
atau hanya jadi angin lalu. Ahh,, betapa saat-saat yang membuat bibirku tak
henti menyungging senyum. Lalu kau bertanya mengapa belakangan ini aku seolah
menghilang tak ada kabar, bahkan sekedar menyapa pun tidak. Aku punya alasan,
ah bukan alasan, aku punya ganjalan, kawan. Dengarkan aku..
Akhir-akhir ini rasanya ada sesuatu yang
menekanku. Sebuah rasa yang sangat tak menyenangkan hati. Membuat gerak jariku
terhenti bahkan sebelum ia memulai untuk menari. Membuatku menjadi patung.
Tidak melakukan apapun, meski hanya melafaskan seuntai kata. Rasa ini kawan,
sangat mengganjalku. Takut. Ya, aku sangat takut.
Takut akan tulisan-tulisanku. Itulah rasa yang
menggangguku, kawan. Pernahkah kau dengar bahwa kita akan diuji dengan apa yang
kita ucapkan? Lalu aku memikirkannya. Terlalu banyak kata yang kuucapkan dalam
duniamu ini, kadang aku melebih-lebihkannya. Apakah apa yang kutulis ini kelak
akan menghampiriku? Sering aku bertanya begitu,kawan. Bukankah orang yang tidak
mengerjakan apa yang ia ucapkan sama saja dengan munafik? Ah, akukah itu? Orang
munafik itu? Maka tanya-tanya itulah yang menyerbuku, setiap kali jari hendak
mendarat di papan huruf dan simbol ini (baca:keyboard). Dan takutlah aku, lalu
aku kembali, merapatkan jemariku yang merengek ingin menari. Aku tersiksa.
Namun, apakah dengan diam masalah
terselesaikan? Tidak. Rindu itu datang. Rindu menjadi penulis bebas, yang
leluasa menumpahkan rasa dalam cerita. Rindu teramat sangat bercengkrama dengan
diri sendiri, menuntut solusi yang bersarang dalam mimpi. Ah, rinduku pun tak
terbendung pada kebebasan berteriak tanpa batas. Tak khawatir adik bayi
terbangun atau orang tua tertegun, teriakku membahana memecah langit, membuka
angkasa lewat kata yang menjelma! Aaahh, aku benar-benar rindu. Seperti rindu
Ibu pada anaknya di rantau. Aku rindu seperti itu. Ingin lekas bertemu dan
memeluknya erat, tak akan kulepas lagi. Huruf dan huruf merangkai padu,
mengukir kebebasanku tanpa ada yang menjadi penghalang. DENGARKAN AKU! AKU
RINDU!!
Ahhh,, lega rasanya kuluapkan takut ini.
Itulah sebab aku tak menyapamu untuk waktu yang lama. Dan aku tidak bisa
menahannya lagi, kawan. Aku tidak akan membiarkan takutku mengungkung ide dan
ceritaku. Akan kujadikan takutku sebagai tameng atas tindakanku. Akan
kubuktikan, AKU BISA! Aku bisa berdiri, tegak bersama seluruh kata yang dapat
terucap. Selama jiwa masih besarang di jasadku, tak akan kubiarkan detik
berlalu tanpa sebuah kata! Semua semangat akan mati, kecuali semangat berlandas
iman!
Allah, tetaplah menjadi obor semangatku..
Allah, tetaplah menjadi obor semangatku..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar