Welcome!!

Bismillahirrahmanirrahiim....

Rabu, 09 Maret 2016

Mencintai dengan ikhlas, adakah?

Aku ingin merasakan ikhlas. Suatu perasaan yang membuatmu senang melakukannya, ada atau tidak yang melihat. Banyak atau sedikit pekerjaannya. Sulit atau mudah. Dihargai atau tidak. Kau tetap akan melakukannya, sebab hati yang menilai. Hati itu menggerakan raga, lalu terlaksanalah apa yang diperintah. Tanpa perlu memaksa.

Tahukah engkau kisah Saudah binti Zam'ah? Dialah yang mengajariku arti ikhlas hari ini. Meskipun pahit. Dia adalah istri kedua Rasulullah saw setelah sayyidah Khadijah wafat. Dia janda yang gemuk, tidak cantik, sudah tua. Maka baginya, dipersunting Rasulullah saw dan menjadi istrinya adalah kemuliaan yang tak terkira. Ia sangat senang sampai-sampai tak tahu harus mengatakan apa. Baginya dengan melihat Rasulullah saw tersenyum sudah menjadi hadiah besar. Maka ia selalu membuat hal konyol di hadapan nabi, bahkan sempat terjatuh dengan tubuh gempalnya. Begitu polos.

Tapi ia pun seorang wanita yang memiliki perasaan. Maka ketika nabi tak lagi berhasrat dengannya dan bermaksud menceraikannya agar tak menyakiti hati Saudah, ia tertunduk diam. Aku dengar hatinya merajuk, meminta nabi menarik kembali ucapannya. Tapi Saudah tak mengatakan apa-apa, mulutnya seolah dikunci sebab hatinya terlalu sakit mendengar permintaan nabi. Aduhai, Saudah hanyalah janda tua, dan menjadi istri nabi adalah kesenangannya di hari tua. Lalu sekarang, ia pun harus rela kehilangan kesenangannya?

Lihatlah, air mata yang hampir menetes itu, duhai Saudahh, betapa sulit ujian yang diberi untukmu! Namun Saudah bukanlah wanita biasa, ia menikah bukan karena hawa nafsu tapi karena Allah dan RasulNya! Tidak, ia tidak memalingkan wajahnya dari Nabi sebab kesal, namun ia hanya mengusap air mata yang hendak jatuh itu, ia tak mau nabi melihatnya menangis.

Saudah tak meminta cinta nabi, ia paham betul bahwa nabi sudah melakukan yang terbaik sebagai suaminya. Tapi diceraikan nabi? Sungguh tak terpikir apa jadinya kelak ia tanpa nabi. Lalu tahukah kau jawaban Saudah untuk nabi? Bukan, ia tak meronta atau berteriak tak puas, dengan kelembutannya ia berkata "jangan ceraikan aku, bagiku cukuplah gelar sebagai istrimu di dunia dan akhirat. Aku tak butuh bagian, maka kuserahkan bagianku pada Aisyah."

Maka tak terjadilah perceraian itu berkat keikhlasannya. Ikhlas atas apa yang Allah takdirkan. Bagiku, cukuplah gelar sebagai istrimu! Darimanakah kata-kata ini keluar jika bukan dari hati yang ikhlas?

Duhai Umi Saudah, ajarkan aku sedikit saja keikhlasanmu..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar